Penilaian metode dan pendekatan dalam penilaian prestasi kerja karyawan.
Suatu penerapan penilaian prestasi pekerjaan dikatakan baik biia penilaian prestasi pekerjaan diarahkan bukan untuk menilai orangnya, tetapi yang kita nilai adalah hasil pekerjaan yang telah dilakukannya. Suatu proses penilaian prestasi pekerjaan dapat dikatakan baik, apabila mampu:
a menghasilkan umpan balik hasil prestasi kerja yang jelas, sehingga yang bersangkutan tahu apa yang diharapkan darinya
b. Mengenali bidang pelaksanaan pekerjaan secara khusus yang perlu dipertahankan atau ditingkatkan.
c. Mengenali cara-cara yang dapat memberi kemungkinan bagi yang bersangkutan untuk mengembangkan bakat dan tangung jawab yang besar.
Faktor penilai dalam penilaian prestasi kerja sangat menentukan di samping alat ukur penilaiannya. Penilai prestasi kerja dapat bersifat individual misalnya atasan langsung, dapat pula berbentuk team penilai, yang lebih dari satu orang.
Untuk memungkinkan tercapainya obyektivitas penilaian, maka penilai prestasi kerja karyawan dapat berupa team penilai yang terdiri dari 2 atau 3 orang yang memiliki kemampuan yang diperlukan. (Martoyo, 1996:87)
Secara Umum Metode penilaian prestasi kerja dikelompokkan menjadi dua macam yaitu Metode penilaian yang berorientasi waktu yang lalu dan Metode penilaian yang berorientasi pada waktu yang akan datang ( Notoatmodjo, 1992).
Metode-metode Penilaian Berorientasi Masa Lalu
Metode-metode yang berorientasi masa lalu mempunyai kelebihan daJam hal perlakuan terhadap prestasi kerja yang telah terjadi dan sampai derajat tertentu, dapat diukur. Kelemahannya adalah bahwa prestasi kerja di masa lalu tidak dapat diubah, tetapi dengan mengevaluasi prestasi kerja di masa lalu, para karyawan memperoleh umpan balik mengenai upaya-upaya mereka Umpan balik ini selanjutnya bisa mengarahkan kepada perbaikan-perbaikan prestasi.
Penilaian prestasi kerja yang berorientasi masa lalu, artinya penilaian prestasi kerja seorang karyawan itu dinilai berdasarkan hasil yang telah dicapai oleh karyawan selama ini.
Teknik-teknik penilaian prestasi kerja berorientasi waktu lalu antara lain :
a. Rating Scale
Dalam hal ini penilai melakukan penilaian subyektif terhadap prestasi kerja karyawan dengan skala tertentu dari yang terendah sampai dengan tertinggi. Penilai memberikan tanda pada skala yang sudah ada tersebut dengan membandingkan antara hasil pekerjaan karyawan dengan kriteria yang telah ditentukan tersebut berdasarkan justifikasi penilai yang bersangkutan. Kelebihan metode ini adalah tidak mahal dalam penyusunan dan administrasinya, penilai hanya memerlukan sedikit latihan, tidak memakan waktu, dan dapat diterapkan untuk jumlah karyawan yang besar. Kelemahan adalah kesulitan dalam menentukan kriteria yang relevan dengan pelaksanaan kerja.
b. Checklist
Dalam metode checklist penilai hanya memilih pernyataan-pernyataan yang sudah tersedia, yang menggambarkan prestasi kerja dan karakteristik-karakteristik karyawan ( yang dinilai ). Kebaikan checklist adalah ekonomis, mudah administrasinya, latihan bagi
penilai terbatas, dan terstandardisasi. Kelemahannya meliputi penggunaan kriteria kepribadian di samping kriteria prestasi kerja, kemungkinan terjadinya bias penilai (terutama hallo effect), interpretasi salah terhadap item-item check list dan penggunaan bobot yang tidak tepat dan juga tidak memungkinkan penilai memberikan penilaian relatif.
c. Metode Peristiwa Kritis
Metode penilaian yang mendasarkan pada catatan-catatan penilai yang
menggambarkan perilaku karyawan sangat baik dan sangat jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja Peristiwa diklasifikasikan menjadi berbagai kateori seperti pengendalian bahaya keamanan pengawasan sisa bahan atau pengembangan karyawan. Kelebihan metode ini adalah berguna dalam memberikan umpan balik kepada karyawan dan mengurangi kesalahan pesan terakhir. Kelemahannya adalah bahwa para atasan sering tidak berminat mencatat peristiwa kritis atau cenderung mengada-ada, dan bersifat subyektif.
d. Metode Peninjauan Lapangan
Agar tercapai penilaian yang lebih terstandardisasi, banyak perusahaan menggunakan metode peninjauan lapangan (field review method). Spesialis personalia mendapatkan informasi khusus dari atasan langsung tentang prestasi kerja karyawan. Evaluasi dikirim kepada penyelia untuk review, perubahan, persetujuan dan pembahasan dengan karyawan yang dinilai. Spesialis personalia bisa mencatat penilaian pada tipe formulir penilaian apapun yang digunakan perusahaan.
e. Metode-metode Evaluasi Kelompok
Penilaian-penilaian seperti biasanya dilakukan oleh penyelia atau atasan langsung. Metode-metode penilaian kelompok berguna untuk pengambilan keputusan kenaikan upah, promosi, dan berbagai bentuk penghargaan organisasional karena dapat menghasilkan ranking karyawan dari yang terbaik sampai terjelek.
Berbagai metode evaluasi kelompok di antaranya adalah:
1. Metode Ranking
Penilai membandingkan karyawan yang satu dengan karyawan lain untuk menentukan siapa yang lebih baik, dan kemudian menempatkan setiap karyawan dalam urutan dari yang terbaik sampai terjelek. Kekurangan metode ini adalah kesulitan untuk menentukan faktor pembanding, subyek kesalahan kesan terakhir dan halo effect. Kebaikannya menyangkut kemudahan administrasi dan penjelasannya
2. Grading atau Forced Distributions
Penilaian memisah-misahkan atau "menyortir" pada karyawan ke dalam berbagai klasifikasi yang berbeda.
3. Point Allocation Method
Metode ini merupakan bentuk lain metode Grading. Penilai diberikan sejumlah nilai total untuk dialokasikan di antara para karyawan dalam kelompok. Para karyawan yang lebih baik diberi nitai lebih besar daripada para karyawan dengan prestasi lebih jelek. Kebaikan metode alokasi nilai adalah bahwa penilai dapat mengevaluasi perbedaan relatif di antara para karyawan, meskipun kelemahannya halo effect dan bias kesan terakhir masih ada (Handoko, 1994)
More about
→
Penilaian Prestasi Kerja Berorientasi Masa Lalu
Home » Archives for October 2011
Membangun Minat Beli : Definisi, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi dan Minat Pembelian Ulang (Future Intention)
Diposkan oleh Unknown
Menurut Kamus Bahasa Indonesia SLTA, dijelaskan bahwa ”minat adalah,keinginan untuk memperhatikan atau melakukan sesuatu”.
Schiffman dan Kanuk (2004:25), menjelaskan bahwa pengaruh eksternal, kesadaran akan kebutuhan, pengenalan produk dan evaluasi alternatif adalah hal yang dapat menimbulkan minat beli konsumen. Pengaruh eksternal ini terdiri dari usaha pemasaran dan faktor sosial budaya
menurut Simamora (2002:131) minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan dengan sikap, individu yang berminat terhadap suatu obyek akan mempunyai kekuatan atau dorongan untuk melakukan serangkaian tingkah laku untuk mendekati atau mendapatkan objek tersebut.
Menurut Kotler, Bowen dan Makens (1999:156) mengenai minat beli : minat beli timbul setelah adanya proses evaluasi alternatif dan di dalam proses evaluasi, seseorang akan membuat suatu rangkaian pilihan mengenai produk yang hendak dibeli atas dasar merek maupun minat.
Menurut Kotler dan Keller (2003:181), customer buying decision – all
their experience in learning, choosing, using, even disposing of a product. Yang
kurang lebih memiliki arti minat beli konsumen adalah sebuah perilaku konsumen dimana
konsumen mempunyai keinginan dalam membeli atau memilih suatu produk, berdasarkan pengalaman dalam memilih, menggunakan dan mengkonsumsi atau bahkan menginginkan suatu produk.
menurut Kotler dan Keller (2003:186) the consumer may also form an intention to buy the most preffered brand yang berarti bahwa konsumen mempunyai keinginan untuk membeli suatu produk berdasarkan pada sebuah merek.
Menurut Boyd, Walker, dan Larreche (2000:6-7), seseorang menginginkan produk, merek, dan jasa tertentu untuk memuaskan kebutuhan. Selain itu keinginan orang juga dibentuk oleh pengaruh sosial, sejarah masa lalu, dan pengalaman konsumsi.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Beli Konsumen
Swastha dan Irawan (2001) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi minat membeli berhubungan dengan perasaan dan emosi, bila seseorang merasa senang dan puas dalam membeli barang atau jasa maka hal itu akan memperkuat minat membeli, ketidakpuasan biasanya menghilangkan minat.
Super dan Crites (Lidyawatie, 1998) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat, yaitu :
a. Perbedaan pekerjaan, artinya dengan adanya perbedaan pekerjaan seseorang dapat diperkirakan minat terhadap tingkat pekerjaan yang ingin dicapainya, aktivitas yang dilakukan, penggunaan waktu senggangnya, dan lain-lain.
b. Perbedaan sosial ekonomi, artinya seseorang yang mempunyai sosial ekonomi tinggi akan lebih mudah mencapai apa yang diinginkannya daripada yang mempunyai sosial ekonomi rendah.
c. Perbedaan hobi atau kegemaran, artinya bagaimana seseorang menggunakan waktu senggangnya.
d. Perbedaan jenis kelamin, artinya minat wanita akan berbeda dengan minat pria, misalnya dalam pola belanja.
e. Perbedaan usia, artinya usia anak-anak, remaja, dewasa dan orangtua akan berbeda minatnya terhadap suatu barang, aktivitas benda dan seseorang.
Sedangkan menurut Kotler, Bowen, dan Makens (1999) terdapat dua faktor yang mempengaruhi minat beli seseorang dalam proses pengambilan keputusan pembelian, yaitu situasi tidak terduga (Unexpected situation) dan sikap terhadap orang lain (Respect to Others)
Untuk memahami proses motivasi yang mendasari dan mengarahkan perilaku konsumen dalam melakukan pembelian perlu dipahami beberapa konsep antara lain;
a. Teori ekonomi mikro
Menurut teori ini keputusan membeli merupakan hasil perhitungan ekonomis rasional yang sadar. Teori ini didasarkan pada asumsi yaitu:
1. Bahwa konsumen selalu mencoba untuk memaksimumkan kepuasaanya dalam batas-batas kemampuan finansialnya
2. Bahwa ia mempunyai pengetahuan tentang beberapa alternatif sumber untuk memuaskan kebutuhannya.
3. Bahawa ia selalu bertindak rasional.
b. Teori Psikologis
Ada beberapa teori yang termasuk dalam teori psikologis yang secara garis besar dapat dibagi dalam 2 bagian yaitu, teori belajar dan teori psikoanalitis.
Teori psikologis ini mendasarkan pada penerapan teori psikologis yang berpendapat bahwa pada umumnya manusia selalu didorong untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
c. Teori Psikoanalitis
Teori Psikoanalitis didasarkan pada asumsi bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh adanya keinginan yang terpaksa dan adanya motif yang tersembunyi. Perilaku manusia ini adalah merupakan hasil kerja sama dari ketiga aspek dalam struktur kepribadian manusiab yaitu, id (das es), ego (das ich) dan super ego (das veber ich).
d. Teori Antropologis
Menurut teori ini bahwa perilaku manusia dipenhgaruhi oleh kultur yang terdiri dari masyarakat sekitar, kelas sosial yang berlaku serta keluarga
Minat Pembelian Ulang (Future Intention)
pembelian ulang (repeat purchase) menurut Peter/Olsen (2002)adalah : Kegiatan pembelian yang dilakukan lebih dari satu kali atau beberapa kali.
Kepuasan yang diperoleh seorang konsumen, dapat mendorong ia melakukan pembelian ulang (repeat purchase), menjadi loyal terhadap produk tersebut ataupun loyal terhadap toko tempat dia membeli barang tersebut sehingga konsumen dapat menceritakan hal-hal yang baik kepada orang lain.
Menurut Schiffman & Kanuk (2000) perilaku pembelian ulang itu sangat berhubungan dengan konsep dari brand loyalty, dimana kebanyakan perusahaan mendukung karena hal ini memilki kontribusi yang besar untuk kestabilan yang baik di dalam marketplace.
Zeithalm et al (1996) menekankan bahwa pentingnya mengukur minat beli kembali (future intention) pelanggan untuk mengetahui keinginan pelanggan yang tetap setia / meninggalkan suatu barang / jasa. Konsumen yang merasa senang dan puas akan barang / jasa yang telah dibelinya, akan berpikir untuk membeli ulang kembali barang / jasa tersebut. Pembelian yang berulang akan membuat konsumen menjadi loyal terhadap suatu barang / jasa (Band, 1991).
More about
→
Membangun Minat Beli : Definisi, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi dan Minat Pembelian Ulang (Future Intention)
Schiffman dan Kanuk (2004:25), menjelaskan bahwa pengaruh eksternal, kesadaran akan kebutuhan, pengenalan produk dan evaluasi alternatif adalah hal yang dapat menimbulkan minat beli konsumen. Pengaruh eksternal ini terdiri dari usaha pemasaran dan faktor sosial budaya
menurut Simamora (2002:131) minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan dengan sikap, individu yang berminat terhadap suatu obyek akan mempunyai kekuatan atau dorongan untuk melakukan serangkaian tingkah laku untuk mendekati atau mendapatkan objek tersebut.
Menurut Kotler, Bowen dan Makens (1999:156) mengenai minat beli : minat beli timbul setelah adanya proses evaluasi alternatif dan di dalam proses evaluasi, seseorang akan membuat suatu rangkaian pilihan mengenai produk yang hendak dibeli atas dasar merek maupun minat.
Menurut Kotler dan Keller (2003:181), customer buying decision – all
their experience in learning, choosing, using, even disposing of a product. Yang
kurang lebih memiliki arti minat beli konsumen adalah sebuah perilaku konsumen dimana
konsumen mempunyai keinginan dalam membeli atau memilih suatu produk, berdasarkan pengalaman dalam memilih, menggunakan dan mengkonsumsi atau bahkan menginginkan suatu produk.
menurut Kotler dan Keller (2003:186) the consumer may also form an intention to buy the most preffered brand yang berarti bahwa konsumen mempunyai keinginan untuk membeli suatu produk berdasarkan pada sebuah merek.
Menurut Boyd, Walker, dan Larreche (2000:6-7), seseorang menginginkan produk, merek, dan jasa tertentu untuk memuaskan kebutuhan. Selain itu keinginan orang juga dibentuk oleh pengaruh sosial, sejarah masa lalu, dan pengalaman konsumsi.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Beli Konsumen
Swastha dan Irawan (2001) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi minat membeli berhubungan dengan perasaan dan emosi, bila seseorang merasa senang dan puas dalam membeli barang atau jasa maka hal itu akan memperkuat minat membeli, ketidakpuasan biasanya menghilangkan minat.
Super dan Crites (Lidyawatie, 1998) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat, yaitu :
a. Perbedaan pekerjaan, artinya dengan adanya perbedaan pekerjaan seseorang dapat diperkirakan minat terhadap tingkat pekerjaan yang ingin dicapainya, aktivitas yang dilakukan, penggunaan waktu senggangnya, dan lain-lain.
b. Perbedaan sosial ekonomi, artinya seseorang yang mempunyai sosial ekonomi tinggi akan lebih mudah mencapai apa yang diinginkannya daripada yang mempunyai sosial ekonomi rendah.
c. Perbedaan hobi atau kegemaran, artinya bagaimana seseorang menggunakan waktu senggangnya.
d. Perbedaan jenis kelamin, artinya minat wanita akan berbeda dengan minat pria, misalnya dalam pola belanja.
e. Perbedaan usia, artinya usia anak-anak, remaja, dewasa dan orangtua akan berbeda minatnya terhadap suatu barang, aktivitas benda dan seseorang.
Sedangkan menurut Kotler, Bowen, dan Makens (1999) terdapat dua faktor yang mempengaruhi minat beli seseorang dalam proses pengambilan keputusan pembelian, yaitu situasi tidak terduga (Unexpected situation) dan sikap terhadap orang lain (Respect to Others)
Untuk memahami proses motivasi yang mendasari dan mengarahkan perilaku konsumen dalam melakukan pembelian perlu dipahami beberapa konsep antara lain;
a. Teori ekonomi mikro
Menurut teori ini keputusan membeli merupakan hasil perhitungan ekonomis rasional yang sadar. Teori ini didasarkan pada asumsi yaitu:
1. Bahwa konsumen selalu mencoba untuk memaksimumkan kepuasaanya dalam batas-batas kemampuan finansialnya
2. Bahwa ia mempunyai pengetahuan tentang beberapa alternatif sumber untuk memuaskan kebutuhannya.
3. Bahawa ia selalu bertindak rasional.
b. Teori Psikologis
Ada beberapa teori yang termasuk dalam teori psikologis yang secara garis besar dapat dibagi dalam 2 bagian yaitu, teori belajar dan teori psikoanalitis.
Teori psikologis ini mendasarkan pada penerapan teori psikologis yang berpendapat bahwa pada umumnya manusia selalu didorong untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
c. Teori Psikoanalitis
Teori Psikoanalitis didasarkan pada asumsi bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh adanya keinginan yang terpaksa dan adanya motif yang tersembunyi. Perilaku manusia ini adalah merupakan hasil kerja sama dari ketiga aspek dalam struktur kepribadian manusiab yaitu, id (das es), ego (das ich) dan super ego (das veber ich).
d. Teori Antropologis
Menurut teori ini bahwa perilaku manusia dipenhgaruhi oleh kultur yang terdiri dari masyarakat sekitar, kelas sosial yang berlaku serta keluarga
Minat Pembelian Ulang (Future Intention)
pembelian ulang (repeat purchase) menurut Peter/Olsen (2002)adalah : Kegiatan pembelian yang dilakukan lebih dari satu kali atau beberapa kali.
Kepuasan yang diperoleh seorang konsumen, dapat mendorong ia melakukan pembelian ulang (repeat purchase), menjadi loyal terhadap produk tersebut ataupun loyal terhadap toko tempat dia membeli barang tersebut sehingga konsumen dapat menceritakan hal-hal yang baik kepada orang lain.
Menurut Schiffman & Kanuk (2000) perilaku pembelian ulang itu sangat berhubungan dengan konsep dari brand loyalty, dimana kebanyakan perusahaan mendukung karena hal ini memilki kontribusi yang besar untuk kestabilan yang baik di dalam marketplace.
Zeithalm et al (1996) menekankan bahwa pentingnya mengukur minat beli kembali (future intention) pelanggan untuk mengetahui keinginan pelanggan yang tetap setia / meninggalkan suatu barang / jasa. Konsumen yang merasa senang dan puas akan barang / jasa yang telah dibelinya, akan berpikir untuk membeli ulang kembali barang / jasa tersebut. Pembelian yang berulang akan membuat konsumen menjadi loyal terhadap suatu barang / jasa (Band, 1991).
Label:
Manajemen Pemasaran