Reengineering Sumber Daya Manusia

Diposkan oleh Unknown

Reenginering Sumber Daya Manusia merupakan cara perusahaan melakukan rekayasa ulang yang berkaitan dengan proses bisnis. proses SDm sering menjadi sasaran utama rekayasa (Reengineering)guna meningkatkan efisiensi Biaya, layanan kepada konsumen dan daya saing. Reenginering merupakan istilah yang digunakan untuk mengacu pada perubahan organisasi dalam cakupan yang luas, meliputi downsizing, delayering, restrukturisasi dan perbaikan proses (Young & Brockbank, 1994). Perubahan tersebut akan berjalan baik jika sumber daya manusia dirubah terlebih dahulu untuk mendukung tujuan tsb, sehingga timbullah istilah reengineering SDM. Jadi target dari reengineering SDM berkaitan dengan efisiensi biaya, peningkatan pelayanan kepada pelanggan dan daya saing Usaha.

Apa yang di maksud dengan Reengineering
Hammer dan Champy mendefinisikan reengineering sebagai pemikiran ulang serta fundamental dan perancangan ulang secara radikal atas proses-proses bisnis untuk mendapatkan perbaikan dramatis dalam hal-hal ukuran-ukuran kinerja yang penting dan kontemporer, seperti biaya, kualitas, pelayanan, dan kecepatan.

Fundamental :dalam melaksanakan reengineering pelaku bisnis harus menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang paling mendasar (fundamental) tentang perusahaan mereka dan bagaimana operasinya. Pertanyaan-pertanyaan fundamental ini memaksa pelaku bisnis untuk melihat aturan-aturan tak tertulis dan asumsi-asumsi mendasar cara mereka menjalankan bisnis.

Radikal :berasal dari bahasa latin Radix yang berarti akar. Merancang ulang secara radikal, berarti mulai dari akar permasalahan. bukannya membuat perubahan-perubahan yang superspesial atau berkutat dengan apa yang sudah ada, akan tetapi melempar jauh-jauh yang lama. Reengineering ditujukan dengan aktivitas tentang mencipta ulang bisnis, bukan meningkatkan bisnis, memperkuat bisnis atau memodifikasi bisnis.

Dramatis : Reengineering bukanlah upaya mencapai peningkatan secara marjinal atau incremental tetapi mencapai suatu lompatan besar (quantum leaps) dalam hal kinerja perusahaan.

Proses: Sebagai pelaku bisnis tidak berorientasi terhadap proses, mereka memusatkan perhatian pada tugas-tugas,pekerjaan, orang-orang, struktur dsb.

Reengineering merupakan penemuan pendekatan-pendekatan baru untuk memproses struktur kerja yang berbeda dari pendekatan pada era-era sebelumnya. jadi reengineering adalah lompatan besar (quantum leap) dalam hal kinerja yang merupakan penyempurnaan seratus persen bahkan sepuluh kali lipatnya yang dapat terjadi dari proses-proses dan struktur-struktur kerja yang benar-benar baru, sehingga merupakan pedoman yang pasti untuk menciptakan suatu bentuk baru perusahaan bagi dunia bisnis baru. (Hammer & Champy, 1995).

Mengapa Perlu Reengineering SDM

Setiap organisasi terbentuk dari 3 pilar utama yaitu proses, sumber daya manusia dan teknologi. Dalam mendesain serangkaian proses, ketiga elemen tersebut harus dipadukan sesuai dengan kebutuhan pasar atau pelanggan. Perlu diperhatikan sumber daya manusia yang akan mengoperasikan proses tersebut, teknologi juga digunakan untuk mendukung proses terutama teknologi informasi. Teknologi memainkan peran utama bersama dengan proses dan sumber daya manusia, bagi kesuksesan reengineering. ketiga elemen tersebut harus secara efektif dipadukan untuk melakukan strategi bisnis.
Berdasarkan penelitian Yeung dan Brockbank (1994) terhadap 160 eksekutif perusahaan besar di California menunjukkan terdapat tiga faktor utama yang mendorong dilakukan reengineering yaitu : pengurangan biaya, meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik, dan perubahan budaya perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pengurangan biaya merupakan yang terpenting yakni 79% dari jawaban responden, urutan kedua untuk meningkatkan pelayanan (76%) sedangkan urutan ketiga merubah budaya perusahaan yang bertujuan mengurangi birokrasi dan pemberdayaan karyawan (70%).
Dengan reengineering SDm diharapkan setelah layanan SDM yang penting dan rutin terarah serta terstandarisasi dengan menggunakan teknologi informasi, maka fungsi-fungsi SDM dapat dibebaskan dari standar dan arah tersebut guna lebih memfokuskan pada aktivitas-aktivitas SDM yang bernilai tambah tinggi (Yeung & Brockbank, 1994).
Untuk mendukung reengineering SDM perusahaan juga perlu melakukan restrukturisasi manajemen (management restructuring) yakni upaya penataan kembali sistem manajemen perusahaan agar perusahaan mampu memenuhi kriteria world class company. strategi yang dilakukan melalui restrukturisasi :
1. Dewan direktur atau CEO yaitu memperbaiki sistem manajemen perusahaan dengan cara memperbaiki kualitas pengambilan keputusan. mekanisme ini digunakan dengan mengganti para pengambil keputusan yakni memilih pimpinan puncak yang mempunyai visi dan leadership.
2. Restrukturisasi budaya perusahaan (corporate Culture Restructuring) melakukan perubahan budaya perusahaan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. tahapan yang dilakukan menginventarisir budaya yang telah ada kemudian mengevaluasi budaya tersebut sesuai dengan kebutuhan. jika budaya tersebut tidak mendukung maka harus diambil budaya dari luar yang dapat diaplikasikan, kemudian diasosialisasikan kepada seluruh anggota perusahaan.
3. Business Process Re-Engineering yakni bagaimana perusahaan memperbaiki proses operasi perusahaan yang memiliki fokus kepada kecepatan pelayanan, keakuratan pelayanan, kehandalan produk dan jasa, penghematan proses dalam mekanisme kontrol yang efektif. untuk mengimplementasikan business process Re-Engineering perlu didukung penggunaan teknologi informasi. (Syakhroza. A dan Jebarus. F, 1998).Selain restrukturisasi manajemen juga perlu melakukan restrukturisasi organisasi (Organization Restrukturing) yakni upaya meningkatkan proses pengambilan keputusan atau memangkas birokrasi dan upaya yang menyesuaikan kebutuhan karyawan sesuai dengan kondisi optimal. dapat dilakukan dengan Strategi :
1. Delayering dimaksudkan untuk mengutangi mata rantai birokrasi dalam perusahaan yang sering disebut Verical Approach. Strategi ini dapat dilakukan dengan pembentukan kelompok kerja (teamwork).
2. Downsizing : Upaya memperkecil besaran perusahaan melalui penggabungan beberapa fungsi perusahaan yang sering disebut horozontal approach. Downsizing dilakukan dengan pengurangan jumlah karyawan, kadang jumlah unit operasi, namun dengan atau tanpa mengubah komposisi bisnis dalam portofolio perusahaan. pendekatan ini mensyaratkan pemutusan hubungan kerja dan juga mengurangi jumlah jenjang hirarki organisasi.
More about Reengineering Sumber Daya Manusia

Kepuasan Kerja Karyawan Dalam Lingkungan Institusi Pendidikan

Diposkan oleh Unknown

Jurnal Pendidikan
Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara locus of control,tipe perilaku, serta pemenuhan harapan penggajian secara sendirisendiri dan secara bersama-sama dengan kepuasan kerja karyawan pada lembaga pendidikan khususnya di tingkat pendidikan tinggi.
Penelitian yang dilaksanakan di Unika Atmajaya ini menggunakan metode survei dengan pendekatan korelasional. Responden penelitian dipilih dengan simple random sampling terhadap karyawan tetap bagian administrasi Unika Atmajaya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian diterima dalam arti bahwa terdapat hubungan positif antara ketiga variabel bebas dengan variabel terikat baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.
Penelitian juga membuktikan, kekuatan antara pemenuhan harapan penggajian dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat pertama, kekuatan hubungan antara tipe perilaku dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat kedua, dan kekuatan antara locus of control dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat ketiga. Dengan demikian dalam pengelolaan lembaga pendidikan faktor-faktor itu perlu diperhatikan.

Survey On Employees’ Job Satisfaction In Educational Institution
Abstract.
(The objective of the study is to investigate the relationship of locus of control, behavior type, and fulfillment of salary expectation singularly and collectively with employees” job satisfaction in educational institution, especially at unversity level. The research/survey conducted at Atma Jaya Catholic University, Jakarta, used survey method with correlational approach. The survey respondents consisting of fulltime administrative employees of Atama Jaya Catholic Unersity were randomly selected. The research results show that the hypothesis is accepted in the sense that there is a positive relationship between the three independent variables and the dependent varable singularly and collectively.
The research also reveals that the relationship between fulfillment of salary expectation and job satisfaction ranks first, the relationship between behavior type and job satisfaction ranks secon, and the rekationship between locus of control and job satisfaction ranks third. Consequently, in managing an educational institution these factors have to be taken into consideration).



A. Pendahuluan
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seorang merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Dengan demikian produktivitas dan hasil kerja karyawan akan meningkat secara optimal. Dalam kenyataannya, di Indonesia dan juga mungkin di negara-negara lain, kepuasan kerja secara menyeluruh belum mencapai tingkat maksimal.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan pada dasarnya secara praktis dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri dan dibawa oleh setiap karyawan sejak mulai bekerja di tempat pekerjaannya, yang dalam penelitian ini adalah instiitusi pendidikan.
Faktor eksentrinsik menyangkut hal-hal yang berasal dari luar diri karyawan, antara lain kondisi fisik lingkungan kerja, interaksinya dengan karyawan lain, sistem penggajian dan sebagainya.
Peningkatan kepuasan kerja karyawan pada institusi pendidikan di Indonesia hanya mungkin terlaksana secara bermakna apabila faktor-faktor yang mempengaruhi dapat diidentifikasi secara ilmiah, baik secara kualitatif maupun kuantitatif (besarnya hubungan) dengan memberi penekanan intervensi pada faktor-faktor yang lebih besar bobot hubungannya.
Secara teoritis, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja sangat banyak jumlahnya, seperti gaya kepemimpinan, produktivitas kerja, perilaku, locus of control , pemenuhan harapan penggajian dan efektivitas kerja.
Berdasarkan uraian di atas, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) Apakah terdapat hubungan antara locus of control dengan kepuasan kerja karyawan ? (2) Apakah terdapat hubungan tipe perilaku dengan kepuasan kerja karyawan ? (3) Apakah terdapat hubungan antara pemenuhan harapan penggajian dengan kepuasan kerja ? dan (4) Apakah terdapat antara locus of control dengan, tipe perilaku, dan pemenuhan harapan penggajian secara bersama-sama dengan kepuasan kerja karyawan?

B. Kerangka teori
1. Hakikat kepuasan kerja karyawan
Kepuasan kerja pada dasarnya merujuk pada seberapa besar seorang pegawai menyukai pekerjaannya (Cherington, 1987 : 82). Kepuasan kerja adalah sikap umum pekerja tentang pekerjaan yang dilakukannya, karena pada umumnya apabila orang membahas tentang sikap pegawai, yang dimaksud adalah kepuasan kerja (Robbins, 1994:417). Pekerjaan merupakan bagian yang penting dalam kehidupan seseorang, sehingga kepuasan kerja juga mempengaruhi kehidupan seseorang. Oleh karena itu kepuasan kerja adalah
bagian kepuasan hidup (Wether dan Davis, 1982:42).
Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang pegawai adalah: (a) isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan ; (b) supervisi ; (c) organisasi dan manajemen; (d) kesempatan untuk maju; (e) gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif; (f) rekan kerja; dan (g) kondisi pekerjaan (Chruden & Sherman, 1972: 312-313). Selain itu, menurut Job Descriptive Index (JDI) faktor penyebab kepuasan kerja ialah (1) bekerja pada tempat yang tepat, (2) pembayaran yang sesuai, (3) organisasi dan manajemen, (4) supervisi pada pekerjaan yang tepat, dan (5) orang yang berada dalam pekerjaan yang tepat (Dunn & Stephens, 1981: 322-323). Adapun salah satu
cara untuk menentukan apakah pekerja puas dengan pekerjaannya ialah dengan membandingkan pekerjaan mereka dengan beberapa pekerjaan ideal tertentu (teori kesenjangan).
Kepuasan kerja dapat dirumuskan sebagai respons umum pekerja berupa perilaku yang ditampilkan oleh karyawan sebagai hasil persepsi mengenai halhal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Seorang pekerja yang masuk dan bergabung dalam suatu organisasi/institusi/perusahaan mempunyai seperangkat keinginan, kebutuhan , hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu dan membentuk suatu harapan yang diharapkan dapat dipenuhi di tempatnya bekerja. Kepuasan kerja akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan pekerja dengan kenyataan yang ditemui dan didapatkannya dari tempatnya bekerja. Kepuasan kerja akan didapat apabila ada kesesuaian antara
harapan pekerja dan kenyataan yang didapatkannya di tempat bekerja. Persepsi pekerja mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kepuasan kerja melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa menikmati, rasa bergairah, status dan kebanggaan. Dalam persepsi ini juga dilibatkan situasi kerja pekerja yang bersangkutan yang meliputi interaksi kerja, kondisi kerja, pengakuan, hubungan dengan atasan, dan kesempatan promosi. Selain itu di dalam persepsi ini juga tercakup kesesuaian antara kemampuan dan keinginan pekerja dengan kondisi organisasi tempat mereka bekerja yang meliputi jenis pekerjaan, minat, bakat, penghasilan, dan insentif.

2. Hakikat locus of control
Mengacu pada teori yang ada (Hjele & Ziegler, 1981; Cyberia, 1966-1999; Baron & Byrne, 1994), maka locus of control diartikan sebagai persepsi sesorang tentang sebab-sebab keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan pekerjaannya. Locus of control dibedakan menjadi lokus kontrol internal ( internal locus of control) dan lokus kontrol eksternal ( external locus of control).
Dengan menggunakan konsep locus of control, perilaku bekerja dapat dijelaskan ketika seorang karyawan merasakan hasil pekerjaan yang dilakukan sebagai hasil kontrol internal atau eksternal. Kontrol internal akan tampak melalui kemampuan kerja dan tindakan kerja yang berhubungan dengan keberhasilan dan kegagalan karyawan pada saat melakukan pekerjaannya.
Sedangkan karyawan dengan kontrol eksternal merasakan bahwa terdapat kontrol di luar dirinya yang mendukung hasil pekerjaan yang dilakukan. Locus of control adalah persepsi seseorang terhadap keberhasilan ataupun kegagalannya dalam dalam melakukan berbagai kegiatan dalam hidupnya yang dihubungkan dengan faktor eksternal individu yang di dalamnya mencakup nasib, keberuntungan, kekuasaan atasan dan lingkungan kerja serta dihubungkan pula dengan faktor internal individu yang di dalamnya mencakup kemampuan kerja dan tindakan kerja yang berhubungan dengan keberhasilan dan kegagalan kerja individu yang bersangkutan.

3. Hakikat tipe perilaku

Berdasarkan kajian teori yang dilakukan (Buck, 1988; Baron &Bryne, 1994; Monforton, Helmes & Deathe, 1993: Hopkin & QA, 1999), tipe perilaku seseorang dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tipe perilaku A dan tipe perilaku B. Tetapi ada juga yang menyatakan hasil pengukurannya dalam skala kontinu yang menggunakan tipe perilaku A sempurna dan tipe perilaku B sempurna sebagai kutub-kutub ekstrimnya.
Dari teori yang ada dapat dikatakan bahwa tipe perilaku merupakan deskripsi tentang penampilan individu dalam melakukan berbagai aktivitas kehidupannya sehari-hari termasuk dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. Tipe perilaku yang dianggap mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja karyawan adalah tipe perilaku A dan tipe perilaku B.
Tipe perilaku adalah deskripsi tentang penampilan individu dalam melakukan berbagai aktivitas kehidupannya yang dibedakan atas tipe perilaku A yang ditandai dengan adanya ketergesaan, persaingan, dan peningkatan stress, serta tipe perilaku B yang ditandai dengan adanya ketenangan, menjalani hidup dengan santai dan tidak mudah stress.

4. Hakikat pemenuhan harapan penggajian

Dari pembahasan teori yang berkaitan dengan pemenuhan harapan penggajian (Bernardin & Russel, 1986; McGeoh & Irion, 1958; Kemmerer & Thiogarajan, 1992; Lovejoy, 1988) dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pemenuhan harapan penggajian adalah kesesuaian imbalan yang diharapkan oleh karyawan yang bersangkutan yang dinilai secara seimbang, baik berdasarkan kebutuhan maupun maupun kualifikasi kemampuan untuk
masing-masing individu karyawan.
Seseorang bekerja mempunyai tujuan, antara lain untuk memperoleh penghasilan agar kebutuhan dan keinginannya dapat direalisasikan. Seorang karyawan akan mendapatkan kepuasan kerja jika ia mempersepsikan bahwa imbalan yang diterimanya baik berupa gaji, insentif, tunjangan, dan penghargaan lainnya yang tidak berbentuk materi atas pelaksanaan pekerjaan yang dilakukannya nilainya lebih tinggi daripada pengorbanannya berupa tenaga dan ongkos yang telah dikeluarkannya untuk melaksanakan pekerjaan itu.
Kelebihan yang didapat masih cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya serta kebutuhan lainnya. Kepuasan kerja akan diperoleh apabila ada kesesuaian antara harapan penggajian karyawan dengan besarnya imbalan yang iterimanya baik dalam bentuk materi ataupun non materi.
Berdasarkan analisis teoritis tersebut maka pemenuhan harapan penggajian adalah kesesuaian imbalan yang diharapkan oleh karyawan bersangkutan yang dinilai secara seimbang berdasarkan kebutuhan dan kualifikasi kemampuan untuk masing-masing individu karyawan yang dipengaruhi oleh faktor dalam diri individu dan di luar individu. Faktor dalam individu ini meliputi: mencukupi kebutuhan hidup minimal, kesesuaian gaji dengan pendidikan, kesesuaian gaji dengan pengalaman kerja, dan kesesuaian gaji dengan penampilan kerja.
Sementara faktor di luar individu meliputi: kesempatan promosi, kebijakan atasan, dan situasi kerja.

C. Kerangka Berpikir
1. Hubungan antara locus of control dengan kepuasan kerja
Manusia dalam melaksanakan berbagai kegiatan dalam hidupnya selalu berupaya memberi respons terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang ada dalam diri dan di lingkungan sekitar manusia. Aktivitas individu sebagai respons terhadap faktor-faktor internal dan eksternal tersebut di kontrol oleh faktor locus of control.
Locus of Control baik internal maupun eksternal bukanlah merupakan suatu konsep tipologi, melainkan merupakan pengaruh atau sumbangan berbagai faktor lingkungan. Artinya locus of control bukan berasal sejak lahir melainkan timbul dalam proses pembentukannya yang berhubungan dengan faktor-faktor lingkungan, sehingga tidak ada orang yang hanya memiliki kontrol internal saja ataupun kontrol eksternal saja.
Seorang karyawan akan memiliki kepuasan kerja, apabila mereka dapat menampilkan perilaku yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukannya sebagai hasil pengaruh dalam dirinya (internal) maupun lingkungan di luar dirinya (eksternal). Melalui locus of control yang dimiliki, perilaku pekerja dapat dijelaskan ketika seorang karyawan merasakan hasil pekerjaan yang mereka lakukan merupakan hasil kontrol internal atau eksternal.
Seorang karyawan merasakan kontrol internal sebagai kepribadian karena merasakan hasil pekerjaan yang dilakukannya berada di bawah pengaruh kontrol diri pribadinya sendiri. Kontrol internal ini akan tampak melalui kemampuan kerja dan tindakan kerja yang berhubungan dengan keberhasilan dan kegagalan karyawan pada saat melakukan pekerjaannya. Dengan demikian seseorang karyawan akan merasa puas dalam bekerja karena kontrol internalnya memberikan keberhasilan dalam bekerja. Sedangkan ada pula karyawan yang merasa bahwa terdapat kontrol eksternal di luar dirinya yang mendukung hasil pekerjaan yang dilakukannya. Kontrol eksternal ini terlihat melalui nasib dan keberuntungan karyawan yang bersangkutan serta kekuasaan atasan dan lingkungan kerja tempat karyawan tersebut bekerja. Satu hal yang penting di sini adalah bahwa perasaan karyawan tentang locus of control, baik internal maupun eksternal mempunyai pengaruh yang berbeda pada penampilan kerja dan kepuasan kerja karyawan.
Dari uraian di atas, diduga terdapat hubungan positif antara locus of control dengan kepuasan kerja seorang karyawan. Makin kuat pengaruh faktor internal locus of control seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya maka makin puas kerja karyawan.

2. Hubungan antara tipe perilaku dengan kepuasan kerja
Setiap manusia selalu menunjukkan tipe perilaku yang berbeda antara manusia yang satu dengan manusia lainnya. Oleh karena itu manusia dikatakan sebagai makhluk yang memiliki keunikan tersendiri. Tipe perilaku merupakan deskripsi tentang penampilan individu dalam melakukan berbagai aktivitas kehidupannya sehari-hari, termasuk penampilan seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.
Tipe perilaku ini dibedakan atas 2 tipe, yaitu tipe perilaku A dan tipe perilaku B. Tipe perilaku A digambarkan sebagai seorang karyawan yang secara kontinu berjuang untuk mendapatkan terlalu banyak dalam melaksanakan pekerjaan mereka, dalam waktu yang terlalu sedikit ataupun dengan melewati terlalu banyak hambatan pada saat mereka melaksanakan pekerjaannya.

Karyawan yang memiliki tipe perilaku A rentan terhadap gangguan koroner. Akibat efek genetik ataupun efek-efek pengalaman terdahulu seorang karyawan, karyawan dengan tipe perilaku A akan menunjukkan respons susunan saraf otonom yang berlebihan secara tidak normal dalam keadaan terancam. Adanya ketergesaan persaingan serta peningkatan stres yang menyertainya akan meningkatkan aktivitas saraf simpatis dan memberikan kontribusi bagi kemungkinan timbulnya penyakit jantung koroner. Dengan demikian seorang karyawan yang mempunyai tipe perilaku A lebih banyak mengalami kesulitan dalam bekerja. Keadaan ini menyebabkan timbulnya rasa ketidak puasan di dalam bekerja.
Sedangkan karyawan yang memiliki tipe perilaku B adalah mereka yang tidak memiliki karakteristik seperti yang terlihat pada tipe perilaku A. Orang yang memiliki tipe perilaku B tidak mudah terkena stres, lebih mudah dalam menjalani kehidupannya, memiliki ketenangan dan tidak tergesa-gesa dalam melakukan suatu pekerjaan. Dengan demikian seorang karyawan yang tidak memiliki tipe perilaku B tidak rentan terhadap gangguan koroner, sehingga pekerjaan yang dilakukan lebih memberikan kepuasan dalam bekerja. Salah satu faktor yang mendorong timbulnya kepuasan kerja seorang karyawan adalah kepribadian yang ditampilkan atau tampak melalui tipe perilaku yang ditampilkan oleh seorang karyawan pada saat melakukan pekerjaannya.
Kepuasan kerja berkaitan dengan dapat tidaknya karyawan menunjukkan aktualisasi diri pada saat melakukan pekerjaan dan kemampuannya dalam menghadapi tekanan dan tantangan dalam pekerjaan yang dilakukannya. Terkadang individu mengalami tekanan dan tantangan dalam pekerjaan yang dilakukannya untuk mencapai kepuasan kerja. Keadaan frustasi diakibatkan oleh terhalangnya kepuasan terhadap suatu kebutuhan yang dirasakan oleh
seseorang tidak terpenuhi seluruhnya. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh situasi objektif individu, tetapi juga disebabkan oleh adanya respons-respons nasional yang tampak dari tipe perilaku yang ditampilkan seseorang.
Dari uraian di atas, maka dapat diduga terdapat hubungan positif antara tipe perilaku dengan kepuasan kerja karyawan. Makin kuat tipe perilaku B yang ditampilkan seorang karyawan dalam menghadapi berbagai tekanan, ancaman dan hambatan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya maka makin puas karyawan dalam bekerja.

3. Hubungan antara pemenuhan harapan penggajian dengan kepuasan kerja
Seorang karyawan yang masuk dan bekerja pada suatu institusi ataupun perusahaan mempunyai berbagai harapan, kebutuhan, hasrat dan cita-cita yang diharapkan dapat dipenuhi oleh institusi ataupun perusahaan tempatnya bekerja. Jika di dalam menjalani pekerjaan tersebut ada kesesuaian antara harapan dan kenyataan, maka akan timbul kepuasan dalam diri karyawan tersebut.
Manusia bekerja mempunyai tujuan, antara lain untuk mendapatkan penghasilan agar kebutuhan dan keinginannya dapat terpenuhi dengan baik. Kepuasan kerja adalah respons umum karyawan berupa perilaku yang ditampilkan oleh karyawan sebagai hasil persepsi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Dengan kata lain kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan karyawan tentang hal menyenangkan atau tidak menyenangkan pekerjaan yang dilakukan, baik didasarkan atas imbalan material maupun psikologis.
Seorang karyawan akan mendapat kepuasan kerja jika ia mempersepsikan bahwa imbalan yang diterima baik berupa gaji, insentif, tunjangan dan penghargaan lainnya yang tidak berbentuk materi atas pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan nilainya lebih tinggi daripada pengorbanannya berupa tenaga dan ongkos yang telah dikeluarkan untuk melakukan pekerjaan itu. Kelebihan yang didapat masih cukup untuk dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup diri keluarga (bagi yang telah berkeluarga) serta kebutuhan lain. Kepuasan kerja akan didapat jika ada kesesuaian antara harapan penggajian karyawan dengan besarnya imbalan yang diterima, baik yang berupa materi maupun non materi.
Dari uraian di atas, dapat diduga terdapat hubungan positif antara pemenuhan harapan penggajian karyawan dengan kepuasan kerja karyawan tersebut. Artinya, makin sesuai pelaksanaan penggajian dengan harapan karyawan yang didasarkan atas kebutuhan minimalnya, makin besar kepuasan kerjanya.

4. Hubungan antara locus of control, tipe perilaku, dan pemenuhan harapan
penggajian secara bersama-sama dengan kepuasan kerja.
Berdasarkan studi pustaka dan secara penalaran logis telah diungkapkan bahwa locus of control, tipe perilaku dan pemenuhan hubungan penggajian secara sendiri-sendiri mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja.
Seandainya hubungan antar ketiga veriabel tersebut linear, maka berdasarkan penalaran yang logis pula ketiga variabel bebas tersebut secara bersamasama mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja karyawan.

D. Pengajuan Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir tersebut. Maka dapat dirumuskan hipotesis
penelitian terhadap kepuasan kerja karyawan sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan positif antara locus of control karyawan ( X1) dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). Dengan perkataan lain, makin internal locus of control maka makin puas karyawan dalam bekerja.
2. Terdapat hubungan positif antara tipe perilaku karyawan ( X2) dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). Dengan perkataan lain makin kuat tipe perilaku B yang dimiliki karyawan makin puas karyawan dalam bekerja.
3. Terdapat hubungan positif antara pemenuhan harapan penggajian ( X3)dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). Dengan perkataan lain makin sesuai penggajian dengan harapan karyawan makin puas karyawan dalam bekerja.
4. Terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1), tipe perilaku ( X2), dan pemenuhan harapan penggajian ( X3) karyawan secara bersamasama terhadap kepuasan kerja karyawan ( Y). Dengan perkataan lain, makin internal l ocus of control, makin kuat tipe perilaku B dan makin sesuai penggajian dengan harapan karyawan secara bersama-sama, makin puas karyawan dalam bekerja.

E. Metodologi Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji hubungan antara locus of control, tipe perilaku, serta pemenuhan harapan penggajian dengan kepuasan kerja karyawan baik secara sendiri maupun bersama pada institusi pendidikan, terutama di tingkat perguruan tinggi.
Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Atmajaya Jakarta . Responden penelitian adalah 84 orang karyawan tetap bagian administrasi yang sudah bekerja sekurangnya satu tahun di Universitas Atmajaya Jakarta yang diperoleh dengan simple random sampling.
Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan korelasional,
seperti terlihat pada gambar berikut :

Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan instrumen yang mengukur kepuasan kerja, locus of control, tipe perilaku dan pemenuhan harapan penggajian. Kalibrasi instrumen dilakukan untuk menguji validitas butir dan koefisien reliabilitas. Validitas butir dihitung dengan menggunakan koefisien korelasi butir dan reliabilitas dihitung dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach. Selanjutnya persyaratan analisis data diuji dengan normalitas populasi (Uji Lilliefors) dan diuji dengan homogenitas varians populasi (Uji Bartlett). Berikutnya dilakukan teknik korelasi sederhana, parsial dan ganda, serta teknik regresi sederhana dan ganda.

F. Hasil Penelitian Dan Pembahasan
1. Hubungan antara Locus of Control (X1 ) dengan Kepuasan Kerja Karyawan ( Y).
Hipotesis pertama menyatakan terdapat hubungan positif antara locus of control karyawan ( X1) dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y) ditunjukkan dengan persamaan regresi . Y = 38,725 + 2,368X1. Pengujian signifikansi dan linearitas persamaan regresi sebagai berikut:


Berdasarkan uji signifikansi dan uji linearitas regresi tersebut di atas, diperoleh kesimpulan bahwa persamaan regresi Y= 38,725 + 2,368 X1 sangat signifikan dan linear. Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa setiap skor locus of control ( X1) akan mengakibatkan kenaikan 2,368 skor estimasi kepuasan kerja pada konstanta 38,725.

Grafik hubungan antara locus of control (X1) dengan kepuasan kerja ( Y) melalui garis regresi Y = 38,725 + 2,368 X1.
Kekuatan hubungan antara locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y) dinyatakan oleh koefisien korelasi ry1 = 0,639. Uji siginifikansi koefisien korelasi tercantum dalam tabel berikut:


Berdasarkan uji signifikansi koefisien korelasi tersebut diperoleh kesimpulan bahwa koefisien korelasi antara locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y) sebesar 0,639 adalah sangat signifikan. Maka terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y), yaitu semakin tinggi skor kontrol internal ( X1) dengan kepuasan locus of control (semakin ke arah internal), semakin tinggi pula kepuasan kerja.
Koefisien determinasinya adalah r2 = 0,6392 = 0,408 atau 40,8%. Koefisien determinasi antara locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y) sebesar 40,8% berarti bahwa 40,8% variasi kepuasan kerja ( Y) ditentukan oleh locus of control ( X1).
Dengan mengontrol pengaruh tipe perilaku ( X2), koefisien korelasi parsial antara locus of control ( X1) dan kepuasan kerja ( Y) menjadi ry1.2 0,6073. Dengan mengontrol pengaruh pemenuhan harapan penggajian ( X3), koefisien korelasi parsial antara locus of control ( X1) dan kepuasan kerja ( Y) menjadi ry1.3=0,4052. Dengan mengontrol pengaruh tipe perilaku ( X2) dan pemenuhan harapan penggajian ( X3) sekaligus, koefisien korelasi parsial antara locus of control
( X1) dan kepuasan kerja ( Y) menjadi ry2.3 = 0,3892. Pengujian signifikansi koefisien korelasi parsial dengan mengontrol pengaruh tipe perilaku ( X2) dan pemenuhan harapan penggajian ( X3), baik sendiri-sendiri maupun sekaligus dapat dilihat pada tabel berikut:


Berdasarkan uji signifikansi tersebut disimpulkan bahwa (1) dengan mengontrol pengaruh locus of control ( X1) tetap terdapat hubungan positif antara pemenuhan antara pemenuhan harapan penggajian ( X3) dengan kepuasan kerja ( Y), (2) dengan mengontrol tipe perilaku ( X2) tetap terdapat hubungan positif antara pemenuhan harapan penggajian ( X3) dengan kepuasan kerja ( Y), dan (3) dengan mengontrol pengaruh locus of control ( X1) dan tipe perilaku ( X2) sekaligus tetap terdapat hubungan positif antara pemenuhan harapan penggajian ( X3) dengan kepuasan kerja ( Y).
4. Hubungan antara locus of control ( X1), tipe perilaku ( X2) dan pemenuhan harapan penggajian ( X3) secara bersama-sama dengan kepuasan kerja karyawan ( Y).
Hipotesis keempat menyatakan terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1), tipe perilaku ( X2) dan pemenuhan harapan penggajian ( X3), secara bersama-sama dengan kepuasan kerja ( Y) ditunjukkan oleh persamaan regresi ganda Y = -21,340 + 1,909 X

Berdasarkan uji signifikansi tersebut disimpulkan bahwa persamaan regresi Y = - 21,340 + 1.052 X1 +1,909 X2 = 1,430 X3 sangat signifikan. Ini berarti terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1), tipe perilaku ( X2) dan pemenuhan harapan penggajian ( X3) secara bersama-sama dengan kepuasan kerja ( Y). Kekuatan hubungan antara locus of control ( X1), tipe perilaku ( X2) dan pemenuhan harapan penggajian ( X3) secara bersama-sama dengan kepuasan kerja ( Y) ditunjukkan oleh korelasi sebesar Ry123 = 0,834.
Berdasarkan uji signifikansi koefisien korelasi tersebut disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1), tipe perilaku ( X2) dan pemenuhan harapan penggajian ( X3) secara bersama-sama dengan kepuasan kerja ( Y) dengan koefisien korelasi ganda Ry.123 = 0,834 dan koefisien determinasi R2 y.123 = 0,8342 = 0,696. Ini berarti bahwa 69,6% varians kepuasan kerja (Y) dapat ditentukan atau dijelaskan oleh locus of control ( X1), tipe perilaku ( X2) dan pemenuhan harapan penggajian ( X3) secara bersama-sama.
Sebagaimana diketahui bahwa koefisien korelasi locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y) sebesar ry1 = 0,639, koefisien korelasi antara tipe perilaku ( X2) dengan kepuasan kerja ( Y) sebesar ry2= 0,511, dan koefisien korelasi antara pemenuhan harapan penggajian ( X3) dengan kepuasan kerja (Y) sebesar ry3 = 0,735.

Besarnya koefisien korelasi dengan faktor-faktor lain dikontrol dapat dilihat dalam tabel berikut:

Dari tabel tersebut di atas disimpulkan bahwa peringkat kekuatan hubungan antara masing-masing variable bebas dengan variable terikat adalah peringkat pertama variable pemenuhan harapan penggajian ( X3) dengan ry3.12 = 0,5899, peringkat kedua adalah variable tipe perilaku ( X2) dengan ry2.13 = 0,4564, dan peringkat ketiga adalah locus of control ( X1) dengan ry123 = 0,3892.

G. Kesimpulan:
Berdasarkan temuan penelitian yang telah diuraikan terdahulu, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, terdapat hubungan positif yang signifikan antara locus kontrol internal ( X1) dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). Artinya makin internal locus of control karyawan maka akan makin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan.
Kedua, terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara tipe perilaku B ( X2) dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). Artinya makin kuat tipe perilaku B karyawan maka akan makin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan.
Ketiga, terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara pemenuhan harapan penggajian ( X3) dengan Kepuasan kerja karyawan ( Y). Artinya makin sesuai pemenuhan harapan penggajian maka akan makin tinggi kepuasan kerja karyawan.
Keempat, terdapat hubungan antara l okus of control internal ( X1) tipe perilaku B ( X2), dan pemenuhan harapan penggajian ( X3) secara bersama-sama dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). Artinya makin internal locus of control, makin kuat tipe perilaku B dan makin sesuai pemenuhan harapan penggajian secara bersama-sama akan dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
Kelima, penelitian juga membuktikan bahwa berdasarkan besarnya koefisien korelasi partial, ternyata kekuatan hubungan antara pemenuhan harapan dan panggajian dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat pertama, kekuatan hubungan antara tipe perilaku dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat kedua, dan kekuatan hubungan antara locus of control dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat ketiga.

H. Implikasi
Dari kesimpulan penelitian yang telah dibahas, maka selanjutnya dikemukakan implikasi penelitian sebagai berikut:
1. Upaya memanfaatkan locus of control untuk meningkatkan kepuasan kerja Pertama, pemberian respons positif terhadap tiap usaha inisiatif karyawan betapapun kecilnya usaha inisiatif tersebut. Karyawan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari diharapkan tidak hanya terpaku pada agenda atau panduan kerja yang sudah menjadi tugasnya sehari-hari.
Karyawan harus mempunyai inisiatif dari dalam dirinya sendiri untuk melaksanakan pekerjaannya tanpa harus ada yang memberi perintah. Tiap usaha inisiatif karyawan hendaknya diasumsikan berlandaskan itikat baik, selama belum terbukti sebaliknya pimpinan juga harus mewaspadai setiap
usaha inisiatif yang dilakukan karyawannya agar tidak terjebak dengan jerat yang sudah dipasang oleh karyawan yang hanya menunjukkan inisiatif untuk mendapatkan pujian dan jabatan yang lebih tinggi dari pimpinan. Di sini seorang pemimpin dituntut tingkat kejeliannya dalam menilai usaha inisiatif yang dilakukan karyawannya.
Kedua, penampilan kerja dengan usaha inisiatif, selama dalam batas wewenang yang diberikan lebih dihargai daripada penampilan kerja tanpa inisiatif. Penampilan kerja (kinerja) yang ditampilkan karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya dapat dilihat dan ditingkatkan melalui ada tidaknya keinginan karyawan untuk melakukan suatu inisiatif dalam melakukan
pekerjaannya.
Kinerja yang ditampilkan karyawan dapat ditingkatkan melalui usaha inisiatif kerja karyawan yang bersangkutan. Kinerja yang ditunjukkan dengan adanya inisiatif kerja lebih baik dan seharusnya lebih dihargai oleh pimpinan, dibandingkan dengan kinerja yang ditampilkan tanpa melakukan inisiatif kerja. Karyawan yang sering melakukan inisiatif kerja, kinerjanya akan terlihat baik. Sebaliknya karyawan yang jarang atau bahkan sama sekali tidak pernah menunjukkan inisiatif dalam bekerja, maka kinerjanya akan terlihat kurang baik, meskipun karyawan yang bersangkutan sudah berupaya menunjukkan kinerjanya semaksimal mungkin.
Di sini seorang pimpinan harus mampu menunjukkan kepada karyawannya bahwa pimpinan lebih menghargai kinerja karyawan yang ditampilkan dengan adanya usaha inisiatif kerja daripada kinerja karyawan yang ditampilkan tanpa usaha inisiatif kerja karyawan yang bersangkutan. Hal semacam ini perlu dijelaskan oleh pimpinan agar karyawan tidak statis dalam bekerja. Pimpinan harus mampu membangkitkan kreativitas kerja karyawan yang ditampilkan
dalam inisiatif kerjanya. Oleh karena itu pimpinan perlu mendorong karyawannya untuk menunjukkan usaha-usaha inisiatif kerja agar dapat mendorong kinerja karyawan yang pada akhirnya akan memperlancar dan meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
Ketiga, atasan tidak perlu secara berlebihan menyatakan bertanggung jawab atas segala bentuk keberhasilan kerja ataupun kehadiran berbagai situasi dan kondisi yang tidak menguntungkan karyawan, dan hendaknya ikut bertanggung jawab atas segala kegagalan kerja ataupun kehadiran berbagai situasi dan kondisi yang tidak menguntungkan karyawan.
Keempat, karyawan dibiasakan untuk ikut bertanggung jawab atas segala bentuk hasil kerja,baik yang berupa keberhasilan maupun kegagalan. Pimpinan harus membiasakan karyawan untuk ikut bertanggung jawab atas segala bentuk hasil kerja yang dicapainya. Karyawan harus dibiasakan ikut bertanggung jawab pada saat mereka berhasil dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.
Bentuk tanggung jawab ini dapat ditunjukkan dengan mengikutsertakan karyawan pada saat pemberian penghargaan atas hasil kerja yang telah dilakukan. Bentuk tanggung jawab lainnya adalah dengan memberikan penghargaan pada karyawan yang bersangkutan dan mengingatkannya bahwa keberhasilan ini sebaiknya tidak hanya untuk hari ini saja, tetapi harus dipupuk dan dikembangkan.
Dengan demikian diharapkan karyawan mau dan memiliki inisiatif untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi sehingga hasil kerja yang ditetapkan dapat dicapai secara optimal.
2. Upaya memanfaatkan tipe perilaku untuk meningkatkan kepuasan kerja.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepuasan kerja sehubungan dengan temuan bahwa tipe perilaku B memiliki hubungan positif dengan kepuasan kerja antara lain, yaitu:
Pertama, menilai tipe perilaku calon karyawan pada seleksi penerimaannya dan mengutamakan perekrutan karyawan dengan tipe perilaku B. Seorang karyawan dalam menampilkan kinerjanya pada saat melakukan tugas pekerjaan sehari-hari dipengaruhi oleh tipe perilaku yang dimilikinya. Karena manusia merupakan makhluk yang unik, maka tipe perilaku yang ditampilkan karyawan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Untuk mengetahui tipe perilaku yang dimiliki karyawan pada saat proses perekrutan karyawan dapat dilakukan dengan memberikan sejumlah tes psikologis (yang dibuat oleh para ahli psikologi yang terlibat dalam proses perekrutan karyawan baru) yang mengarah pada dimiliki/tidaknya tipe perilaku B oleh calon karyawan yang bersangkutan.
Dengan demikian, apabila dalam proses perekrutan awal saja telah terjaring karyawan-karyawan dengan tipe perilaku B, maka diharapkan karyawankaryawan yang bekerja di universitas akan memiliki tingkat kepuasan kerja yang lebih besar.
Kedua, penataan ulang penempatan karyawan dengan mengutamakan penempatan karyawan tipe B pada posisi dengan situasi kerja yang lebih berpotensi menimbulkan stress, dan sebaliknya. Pihak universitas sebaiknya melakukan penataan ulang penempatan karyawan sesuai dengan tipe perilaku yang dimilikinya. Penataan ulang penempatan karryawan ini dapat dilakukan dengan melakukan rotasi karyawan dari satu bagian ke bagian lain dalam jangka waktu tertentu. Penataan ulang penempatan karyawan ini juga dapat dilakukan dengan melakukan rotasi tugas atau dapat juga dengan pergantian posisi.
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan penyegaran bagi karyawan agar karyawan tidak merasa bosan dan jenuh, karena hanya melakukan tugas yang sama dan monoton dari awal ia bekerja sampai sekarang. Dengan demikian diharapkan terjadi keseimbangan dalam menempatkan karyawan dengan tipe perilaku masing-masing sesuai dengan posisi dan porsinya masing-masing, sehingga kepuasan kerja karyawan dapat meningkat.
Ketiga, menjajaki kemungkinan untuk melakukan upaya modifikasi tipe perilaku, terutama di lingkungan karyawan dengan tipe perilaku A yang belum berkembang sempurna. Pihak universitas harus dapat menjajaki kemungkinan untuk melakukan upaya modifikasi tipe perilaku karyawan, terutama di lingkungan karyawan dengan tipe perilaku A yang belum berkembang sempurna. Upaya yang dapat diambil di antaranya dengan memberlakukan peraturan yang dapat mendorong karyawan untuk memperlihatkan atau menampilkan tipe perilaku yang sesuai dengan posisi kerjanya. Selain itu juga dapat pula dilakukan kegiatan berupa pelatihan-pelatihan atau simulasi-simulasi untuk membentuk atau menyempurnakan tipe perilaku yang dimiliki karyawan sehingga berkembang ke arah yang diinginkan.
3. Upaya memanfaatkan pemenuhan harapan penggajian untuk meningkatkan kepuasan kerja.
Upaya yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan pemenuhan harapan penggajian dalam rangka peningkatan kepuasan kerja karyawan adalah:
Pertama, mempelajari lebih lanjut pemenuhan kebutuhan minimal secara individual, menilai derajat relevansinya, serta tingkat pemenuhannya oleh pihak Universitas. Pihak universitas harus mempelajari lebih lanjut berapa besar biaya yang dibutuhkan oleh karyawan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimalnya. Seorang karyawan akan memiliki kepuasan dalam bekerja apabila harapannya terpenuhi. Salah satu harapan yang diinginkan oleh karyawan adalah mendapatkan penghasilan yang setidaknya dapat mencukupi kebutuhan hidup minimalnya. Dengan memperoleh penghasilan yang mencukupi kebutuhan hidup minimalnya atau bahkan berlebihan, karyawan tersebut akan memiliki semangat kerja yang tinggi yang akan tampak melalui kinerjanya, dan melalui kreativitas serta produktivitas kerjanya.
Kedua, mempelajari kemungkinan penataan anggaran di tahun-tahun selanjutnya dengan memberi perhatian yang lebih besar terhadap pemeliharaan sumber daya manusia, baik dari segi dana pemeliharaannya maupun system penggajiannya, dengan tetap memperhitungkan kemampuan finansial universitas. Pihak universitas sebaiknya mempelajari kemungkinan dilakukannya penataan anggaran keuangan universitas di tahun-tahun selanjutnya dengan memberi perhatian lebih besar terhadap pemeliharaan sumber daya manusia.
Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan sejumlah anggaran yang dialokasikan untuk melakukan kegiatan penelitian tentang peningkatan sumber daya manusia (dalam hal ini karyawan yang bekerja di universitas) agar kinerjanya meningkat, mengalokasikan anggaran untuk melakukan pemberian pelatihan –pelatihan bagi karyawan baik untuk memodifikasi tipe perilaku maupun untuk meningkatkan kinerja karyawan. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk melakukan pembinaan dan pemeliharaan sumber daya manusia yang terlibat di dalam kegiatan universitas agar kinerjanya meningkat sehingga produktivitas kerjanya meningkat pula. Selain itu pihak universitas juga sebaiknya mengalokasikan dana untuk memperbaiki system penggajian di universitas, sehingga karyawan dapat meningkatkan kepuasan kerjanya dan dapat menghasilkan atau mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Tentu saja kesemuanya itu harus disesuaikan dengan kondisi finansial yang dimiliki oleh universitas.
Ketiga, meningkatkan penghargaan terhadap prestasi kerja dalam berbagai bentuk imbalan non finansial, yang secara relatif tidak akan menambah beban universitas secara finansial. Pihak universitas sebaiknya melakukan upayaupaya untuk memberikan penghargaan terhadap prestasi kerja yang dicapai oleh karyawan dalam berbagai bentuk imbalan non-finansial. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan penghargaan karyawan teladan secara berkala bagi setiap karyawan yang berprestasi. Penghargaan yang diberikan tidak mutlak harus berupa penghargaan dalam bentuk finansial, melainkan misalnya saja dengan memasang foto dan menyebarluaskannya di sekitar lingkungan universitas gambar karyawan teladan tersebut. Atau dalam suatu kegiatan seremonial yang dilakukan secara berkala, karyawan-karyawan yang berprestasi dapat ditampilkan dan diberi piagam penghargaan. Hal itu akan memicu karyawan untuk meningkatkan prestasi kerjanya.
Upaya ini selain berpotensi meningkatkan kepuasan kerja secara langsung, juga diharapkan dapat mengurangi intensitas hubungan antara pemenuhan harapan penggajian secara finansial dengan kepuasan kerja, sehingga kepuasan kerja yang diinduksi oleh imbalan tidak semata-mata tergantung pada imbalan finansial.


B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan dan implikasi penelitian, ada beberapa saran yang dapat dikemukakan menyangkut kepuasan kerja, locus of control, tipe perilaku dan pemenuhan harapan penggajian karyawan bagian administrasi Universitas Atmajaya.
Pertama, pimpinan harus menghargai setiap penampilan kerja dengan usaha inisiatif yang ditampilkan karyawan dengan lebih memperhatikan hasil kerja dan memberikan nilai tambah untuk penilaian karyawan yang akan dipertimbangkan dalam promosi jabatan.
Kedua, melibatkan karyawan secara langsung dalam setiap kegiatan administrasi dengan memberikan pekerjaan sesuai dengan porsinya sehingga timbul rasa keterikatan yang dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap keberhasilan maupun kegagalan kerja.
Ketiga, mengutamakan calon karyawan dengan tipe perilaku B pada proses perekrutan karyawan baru dengan memberikan serangkaian tes yang bersifat psikologis.
Keempat, menempatkan karyawan sesuai potensi yang dimilikinya serta menentukan batas-batas pekerjaan yang jelas sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara sesama karyawan.
Kelima, mengadakan rotasi posisi atau jabatan karyawan secara berkala untuk menghindari kejemuan karyawan dalam bekerja.
Keenam, menyusun perencanaan karir bagi karyawan sehingga semua karyawan dapat mengetahui peluang untuk promosi jabatan dan pangkat. Dengan demikian karyawan terpacu untuk mengoptimalkan semua kemampuan yang dimiliki dalam menyelesaikan tugas pekerjaan.
Ketujuh, membentuk tim untuk melakukan pemantauan, mengevaluasi perkembangan karyawan dan memberikan bantuan bagi karyawan yang mengalami kesulitan pada saat melakukan tugas.
Kedelapan, memberi masukan pada tim penyusun anggaran universitas agar memberikan porsi anggaran yang lebih besar daripada yang berlaku selama ini untuk bidang pemeliharaan dan pengembangan sumber daya manusia.
Kesembilan, melibatkan secara adil dan merata karyawan administrasi dalam semua program kegiatan penelitian, pengabdian masyarakat dan pendidikan yang dilakukan oleh universitas yang fungsinya membantu kelancaran di bidang administrasi sehingga memberikan peluang bagi karyawan untuk memperoleh tambahan pendapatan di luar gaji tetap.
Kesepuluh, memberikan penghargaan secara khusus bagi karyawan, misalnya pemberian gelar karyawan teladan, dalam acara seremonial yang diadakan universitas setiap tahun sehingga dapat memacu prestasi kerja karyawan.
Di samping ke sepuluh saran itu, laporan penelitian ini kiranya dapat juga dijadikan acuan dalam melakukan penelitian yang sejenis di kalangan tenaga teknis pendidikan termasuk guru.

Daftar Pustaka
Atkinson Rita L, Richarcd C. Atkinson, Edward E. Smith, Daryl J. BEM, & Susan Nolen-Hoeksema.(1996). Hilgard’s introduction to psychology. USA : Harcourt Brace College Publishers.
Baron, Robert A, & Byrne, Dunn. (1994). Social psychology: Understanding human interaction. Massachussets : Allyn & Bacon.
Hjele, Larry A., & Ziegler, Daniel J. (1981). Personality theories: Basic assumptions, research and aplication. USA: McGraw-Hill Publishing Company.
Kleinbaum, D.G., Kupper, L.L., & Muller, K.E.(1988). Applied regression analysis and other multivariable methods. Boston: PWS-Kent Publishing Company.
Kemmer, F.N & Thiagarajan, S.(1992). Handbook of human performance technology problems in organizations. San Fransisco: Jossey Bass Publisher.
Monforton, M., Helmes, E., & Deatle, A. Barry. (1993). Type a personality and marital intimacy in amputes. Britis Journal Medical Psychology.
Robbins, Stephen P. (1994). Management. Englewood Cliffs, New Jersey; Printice Halll Inc.
Rotter, J.B. General Expectancies for internal versus external control of reinforcement. New York: Psychological Monographs.
Schabracq, maarc J., Jaques Am. Winnubst & Cooper, Carry L,. (1996). Handbook of work and healty psychology. England: John Willey & Son.
Shahidi, Shahriar. Beliefs and fear underlying the type a behavior pattrern in adolescent. British Journal of Medical Psychology.
Stanford, S. Clare, & Salmon, Peter. (1993). Stress from synapse to syndrome. London: Academic Press Limited.
Zyzanki, S.J., K.C. Stange, K. Kercher, JH, J.H. Medalie, & Kahana, Eva.(1991).
Health and illness behaviour of type a personality. Journal of Occupational Medicine.



ditulis Oleh : Rita Johan *)
Sumber : Jurnal Pendidikan Penabur - No.01 / Th.I / Maret 2002
*) Rita Johan adalah Dosen di Universitas Katolik Atmajaya Jakarta dan pernah bekerja di
BPK PENABUR Jakarta. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan
penelitian yang sejenis di kalangan tenaga teknis pendidikan termasuk guru.

More about Kepuasan Kerja Karyawan Dalam Lingkungan Institusi Pendidikan

LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN DAGANG

Diposkan oleh Unknown

HARGA POKOK PENJUALAN (HPP)

1. Pengertian Harga Pokok Penjualan.
Yang dimaksud dengan harga pokok penjualan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang yang dijual atau harga perolehan dari barang yang dijual.

Ada dua manfaat dari harga pokok penjualan.
1. Sebagai patokan untuk menentukan harga jual.
2. Untuk mengetahui laba yang diinginkan perusahaan. Apabila harga jual lebih besar dari harga pokok penjualan maka akan diperoleh laba, dan sebaliknya apabila harga jual lebih rendah dari harga pokok penjualan akan diperoleh kerugian.

2. Rumus Menghitung Penjualan Bersih.
Penjualan dalam perusahaan dagang sebagai salah satu unsur dari pendapatan Perusahaan. Unsur-unsur dalam penjualan bersih terdiri dari:
- penjualan kotor;
- retur penjualan;
- potongan penjualan;
- penjualan bersih.
Untuk mencari penjualan besih adalah sebagai berikut:
Penjualan bersih = penjualan kotor – retur penjualan – potongan penjualan.

Contoh:
Diketahui penjualan Rp. 25.000.000,-
Retur penjualan Rp. 125.000,-
Potongan penjualan Rp. 150.000,-
Hitunglah penjualan bersih!
Penjulan bersih = Rp. 25.000.000,- – Rp. 125.000,- – Rp. 150.000,- = Rp. 24.725.000,-

3. Rumus Menghitung Pembelian Bersih.
Pembelian bersih adalah sebagai salah satu unsur dalam menghitung harga pokok penjualan.
Unsur-unsur untuk menghitung pembelian bersih terdiri dari:
- pembelian kotor;
- biaya angkut pembelian;
- retur pembelian dan pengurangan harga;
- retur pembelian;
- potongan pembelian.
Untuk menghitung pembelian bersih dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pembelian bersih = pembelian + biaya angkut pembelian – retur pembelian – potongan pembelian.

4. Rumus Menghitung Harga Pokok Penjualan.
Untuk menghitung harga pokok penjualan harus diperhatikan terlebih dahulu unsur-unsur yang berhubungan dengan harga pokok penjualan.
Unsur-unsur itu antara lain:
- persediaan awal barang dagangan;
- pembelian;
- biaya angkut pembelian;
- retur pembelian dan pengurangan harga;
- potongan pembelian

Rumus harga pokok penjualan:
HPP = Persediaan awal barang dagangan + pembelian bersih – persediaan akhir
HPP = Barang yang tersedia untuk dijual – persediaan akhir

Keterangan :
Barang yang tersedia untuk dijual = Persediaan awal barang dagangan + pembelian bersih.
Pembelian bersih = Pembelian + biaya angkut pembelian – retur pembelian – potongan pembelian.
Atau
Barang yang tersedia untuk dijual = Persediaan awal + pembelian + beban angkut
Pembelian – retur pembelian – potongan pembelian.
Persediaan akhir barang yang tersedia (dikuasai) pada akhir periode akuntansi.
Untuk menghitung Harga Pokok Penjualan.
Perhatikan bagan di bawah ini.


5. Pengertian Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi adalah laporan yang menyajikan sumber pendapatan dan beban suatu perusahaan (dagang) selama periode akuntansi.
Untuk Menghitung laba rugi perusahaan adalah:
Laba bersih = laba kotor – beban usaha.
Beban uasaha dalam perusahaan dagang ada dua kelompok.
1. Beban penjualan ialah biaya yang langsung dengan penjualan.
2. Beban administrasi/umum ialah biaya-biaya yang tidak langsung dengan penjualan.
Untuk menghitung laba kotor adalah:
Laba kotor = penjualan bersih – harga pokok penjualan.
Sedangkan untuk menghitung penjualan bersih adalah :
Penjualan bersih = penjualan – retur penjualan dan pengurangan harga – potongan penjualan.

6. Menyusun Laporan Laba Rugi.
Laporan laba rugi dapat disajikan dalam dua bentuk yaitu single step dan multiple step.
A. Single Step/Langsung.
Laporan single step/langsung yaitu laporan laba rugi di mana semua pendapatan dijumlahkan menjadi satu, demikian juga untuk bebannya, kemudian dicari selisihnya untuk mengetahui laba atau rugi.

B. Multiple Step (Bertahap)
Laporan laba rugi bentuk multiple step (bertahap) adalah laporan laba rugi dengan mengelompokkan atau memisahkan antara pendapatan usaha dan pendapatan di luar usaha, dan memisahkan pula antara beban usaha dan beban di luar usaha, baru kemudian dicari selisihnya sehingga akan diperoleh laba atau rugi usaha.

7. Perusahaan Unsur Laporan Perubahan Modal.
Laporan perubahan modal adalah laporan keuangan yang menyajikan perubahan modal selama satu periode akuntansi.
Perubahan modal diakibatkan oleh adanya pengambilan pribadi, diperolehnya laba, dideritanya kerugian atau adanya setoran pribadi.
Unsur-unsur laporan perubahan modal yaitu:
- modal awal
- laba atau rugi
- pengambilan pribadi
- setoran pribadi
- modal akhir.

8. Unsur-unsur Laporan Neraca.
Neraca adalah laporan keuangan yang menyajikan posisi ruangan perusahaan pada saat tertentu unsur-unsur neraca terdiri dari :
- harta
- kewajiban/utang
- modal
Bentuk laporan neraca terdiri dari dua bentuk yaitu bentuk laporan dan bentuk scontro/sebelah menyebelah.

More about LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN DAGANG

Konflik Kerja - Definisi, Jenis dan Penanganannya.

Diposkan oleh Unknown

Definisi Konflik Kerja

Konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah – masalah komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur organisasi.

Konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak.
Konflik organisasi ( organizational conflict ) adalah ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota – anggota atau kelompok – kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya – sumber daya yang terbatas atau kegiatan – kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi.
Konflik adalah suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkannya.

Penyebab – penyebab konflik antara lain :

1. Komunikasi : salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, atau informasi yang mendua dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
2. Struktur : pertarungan kekuasaaan antar departemen dengan kepentingan–kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya–sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok– kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.
3. Pribadi : ketidaksesuaian tujuan atau nilai–nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam nilai – nilai persepsi.


Dalam kehidupan organisasi, pendapat tentang konflik dapat dilihat dari 3 sudut pandang, yaitu :

1. Pandangan tradisional, berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang di inginkan dan berbahaya bagi kehidupan organisasi.
2. Pandangan perilaku, berpendapat konflik merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang biasa terjadi dalam kehidupan organisasi, yang biasa bermanfaat ( konflik fungsional ) dan bisa pula merugikan organisasi ( konflik disfungsional ).
3. Pandangan Interaksi, berpendapat bahwa konflik merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat terhindarkan dan sangat diperlukan bagi pemimpin organisasi.


Berdasarkan ketiga pandangan tentang konflik tersebut, pihak pemimpin organisasi perlu menganalisis dengan nyata konflik yang terjadi di organisasi, apakah konflik itu fungsional atau disfungsional dan bagaimana manajemen konflik agar berpengaruh positif bagi kemajuan organisasi.
Menurut Stephen P. Robbins tentang perbedaan pandangan tradisional dan pandangan baru ( pandangan interaksionis ) tentang konflik dalam dilihat pada tabel 2.1 berikut ini :
Perbedaan pandangan lama dan baru tentang konflik

Pandangan Lama :

1. Konflik dapat dihindarkan
2. Konflik disebabkan oleh kesalahan – kesalahan manajemen dalam perancangan dan pengelolaan organisasi atau oleh pengacau.
3. Konflik menggangu organisasi dan menghalangi pelaksanaan optimal.
4. Tugas manajemen adalah menghilangkan konfllik.
5. Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan penghapusan konflik.

Pandangan Baru :

1. Konflik tidak dapat dihindarkan
2. Konflik timbul karena banyak sebab, termasuk struktur organisasi, perbedaan tujuan yang tidak dapat dihindarkan, perbedaan dalam persepsi dan nilai – nilai pribadi dan sebagainya.
3. Konflik dapat membantu atau menghambat pelaksanaan kegiatan organisasi dalam berbagai derajat.
4. Tugas manajemen adalah mengelola tingkat konflik dan penyelesaiannya.
5. Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan tingkat konflik yang moderat.

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa konflik dapat difungsionalkan ataupun berperan salah ( dysfunctional ). Secara sederhana hal ini berarti bahwa konflik mempunyai potensi bagi pengembangan atau pengganggu pelaksanaan kegiatan organisasi tergantung pada bagaimana konflik tersebut dikelola.

Segi fungsional konflik antara lain :

1. Manajer menemukan cara penggunaan dana yang lebih baik.
2. Lebih mempersatukan para anggota organisasi.
3. Manajer mungkin menemukan cara perbaikan prestasi organisasi.
4. Mendatangkan kehidupan baru di dalam hal tujuan serta nilai organisasi.
5. Penggantian manajer yang lebih cakap, bersemangat dan bergagasan baru.


Bentuk –Bentuk Konflik Struktural :

Dalam organisasi klasik ada empat daerah struktural dimana konflik sering timbul :

1. Konflik Hierarki, yaitu konflik amtara berbagai tingkatan organisasi. Contohnya, konflik antara komisaris dengan direktur utama, pemimpin dengan karyawan, pengurus dengan anggota koperasi, pengurus dengan manajemen, dan pengurus dengan karyawan.
2. Konflik Fungsional, yaitu konflik antar berbagai departemen fungsional organisasi. Contohnya, konflik yang terjadi antara bagian produksi dengan bagian pemasaran, bagian administrasi umum dengan bagian personalia.
3. Konflik Lini Staf yaitu konflik yang terjadi antara pimpinan unit dengan stafnya terutama staf yang berhubungan dengan wewenang/otoritas kerja. Contoh : karyawan staf secara tidak fornal mengambil wewenang berlebihan.
4. Konflik Formal Informal yaitu konflik antara organisasi formal dan informal. Contoh : Pemimpin yang menempatkan norma yang salah pada organisasi.


Jenis – Jenis Konflik :

Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :

1. Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidak pastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya. Bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan–perbedaan kepribadian.Konflik ini berasal dari adanya konflik antar peranan ( seperti antara manajer dan bawahan )
3. Konflik antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh, seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma – norma kelompok.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok.
5. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga–harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya lebih efisien.


Penyebab Terjadinya Konflik Kerja :

Penyebab terjadinya konflik dalam organisasi, antara lain :

1. Koordinasi kerja yang tidak dilakukan.
2. Ketergantungan dalam pelaksanaan tugas.
3. Tugas yang tidak jelas ( tidak ada deskripsi jabatan )
4. Perbedaan dalam otorisasi pekerjaan.
5. Perbedaan dalam memahami tujuan organisasi.
6. Perbedaan persepsi.
7. Sistem kompetensi insentif ( reward )
8. Strategi pemotivasian tidak tepat.


Konflik Lini dan Staf

Bentuk umum konflik organisasi yang sering terjadi adalah konflik antara anggota – anggota lini dan staf . Perbedaan pandangan para anggota lini dan staf yang dapat menimbulkan konflik di antara mereka, walaupun perbedaan–perbedaan tersebuta juga dapat meningkatkan efektifitas pelaksanaan tugas–tugas mereka :

1. Pandangan Lini

Para anggota lini sering memandang para anggota staf dalam hal :

1. Staf melangkahi wewenangnya, karena manajer garis merupakan pemegang tanggung jawab atas hasil akhir, mereka cenderung menolak rorongan staf dan wewenangnya.
2. Staf tidak memberi nasehat yang bermanfaat, para anggota staf sering tidak terlibat dalam kegiatan operasional harian yang di hadapi oleh para anggota lini, sehingga saran–sarannya sering tidak terap.
3. Staf menumpang keberhasilan lini, para anggota staf sering lebih dekat dengan manajer puncak dibanding orang–orang lini, sehingga dapat mengambil keuntungan atas posisi mereka.
4. Staf memiliki pandangan sempit, sehingga mempunyai pandangan terbatas dan kurang dapat merumuskan sarannya atas kebutuhan dan tujuan organisasi keseluruhan.


2. Pandangan Staf

Para anggota staf mempunyai keluhan–keluhan yang berlawanan tentang para anggota lini :

1. Lini kurang memanfaatkan staf. Manajer lini menolak bantuan staf ahli, karena mereka ingin mempertahankan wewenangnya atas bawahan atau karena mereka tidak berani secara terbuka mengakui bahwa mereka membutuhkan bantuan. Sebagai akibatnya staf hanya diminta bantuannya bila situasi benar–benar sudah kritis.
2. Lini menolak gagasan – gagasan baru, anggota staf biasanya yang pertama berkepentingan dengan menggunakan inovasi dalam bidang keahlian mereka. Manajer garis mungkin menolak perubahan–perubahan tersebut.
3. Lini memberi wewenang terlalu kecil kepada staf. Anggota staf sering merasa bahwa mereka mempunyai penyelesaian masalah–masalah yang paling baik dalam spesialisasinya. Oleh sebab itu mereka kecewa bila saran – sarannya tidak didukung dan di implementasikan oleh manajer lini.


Beberapa faktor dapat menimbulkan berbagai konflik diantara departemen dan orang – orang lini dan staf. Faktor–faktor tersebut meliputi :

1. Perbedaan umur dan pendidikan, orang – orang staf biasanya lebih muda dan lebih berpendidikan daripada orang–orang staf sehingga menimbulkan “generation gap “.
2. Perbedaan tugas, dimana orang ini lebih teknis dan generalis, sedang staf spesialis. Hal ini dapat menimbulkan kejadian–kejadian sebagai berikut : (1). Karena staf sangat spesialis, mungkin menggunakan istilah–istilah dan bahasa yang tidak dipahami orang lini. (2).Orang lini mungkin merasa bahwa staf spesialis tidak sepenuhnya mengerti masalah–masalah lini dan mengganggap mereka tidak dapat diteraplan atau dikerjakan.
3. Perbedaan sikap, ini tercermin pada : (1). Orang staf cenderung memperluas wewenangnya dan cenderung memberikan perintah–perintah kepada orang lini untuk membuktikan eksistensinya. (2). Orang staf cenderung merasa yang paling berjasa untuk gagasan–gagasan yang diimplementasikan oleh lini, sebaliknya orang lini mungkin tidak menghargai peranan staf dalam membantu pemecahan masalah – masalahnya. (3).Orang staf selalu merasa dibawah perintah orang lini, dilain pihak orang lini selalu curiga bahwa orang staf ingin memperluas kekuasaannya.
4. Perbedaan posisi. Manajemen puncak mungkin tidak mengkomunikasikan secara jelas luasnya wewenang staf dalam hubungannya dengan lini. Padahal organisasi departemen staf ditempatnya relatif pada posisi tinggi dekat menajemen puncak. Depertemen lini dengan tingkatan lebih rendah cenderung tidak suka dengan hal tersebut.

Untuk menghapuskan konflik–konflik tersebut, manajemen punsak harus secara jelas menyampaikan delegasi departemen–departemen staf. Lebih dari itu, supaya efektif, departemen–departemen staf harus menyadari bahwa pekerjaan mereka adalah “to sell, not to tell“ artinya “menjual“ kepada departemen–departemen lini gagasan–gagasan mereka, bukan “memberitahu” mereka bagaimana menjalankan fungsi.

Bagaimanapun juga staf spesialis perlu ditambahkan dalam organisasi untuk membantu kerja lini agar lebih efektif. Disamping itu dunia bisnis modern berkembang semakin kompleks, dan semua manajer tidak akan menguasai semua kecakapan, pengetahuan maupun ketrampilan. Kegiatan–kegiatan tertentu mungkin tidak efisien bila dikerjakan oleh orang lini, dan sebagainya.

Penanggulangan Konflik Lini dan Staf

Para penulis manajemen telah menyarankan berbagai cara dengan mana aspek–aspek peran-salah konflik lini dan staf dapat dikurangi :

1. Tanggung jawab lini dan staf harus ditegaskan.
Secara umum, para anggota lini bertanggung jawab atas keputusan–keputusan operasional organisasi, atau dengan kata lain, mereka harus bisa menerima, mengubah, atau menolak saran–saran ahli. Dilain pihak, para anggota staf harus bebas untuk memberikan saran bila mereka merasa hal itu diperlukan tidak hanya bila anggota lini memintanya.

2. Mengintegrasikan kegiatan–kegiatan lini dan staf.
Saran–saran staf akan lebih realistik bila berkonsultasi terlebih dahulu dengan anggota lini dalam proses penyusunan saran – saran mereka. Konsultasi staf – lini ini juga akan membuat para anggota lini bersedia mengimplementasikan gagasan–gagasan staf.

3. Mengajarkan lini untuk menggunakan staf
Manajer lini akan lebih efektif memanfaatkan keahlian staf bila mereka mengetahui kegunaan staf spesialis bagi mereka di perusahaan.

4. Mendapatkan pertanggung-jawaban staf atas hasil –hasil
Para anggota lini akan lebih bersedia melaksanakan saran–saran staf bila para anggota staf ikut bertanggung jawab atas kegagalan yang terjadi. Pertanggungjawaban ini juga akan membuat para anggota staf lebih berhati–hati dalam menyusun saran–saran mereka.

Cara Mengatasi Konflik Kerja

Manajemen konflik dapat dilakukan dengan cara antara lain :

1. Pemecahan masalah ( Problem Solving )
2. Tujuan tingkat tinggi ( Lipsordinate Goal )
3. Perluasan sumber ( Ekspansion of Resources )
4. Menghindari konflik ( avoidance )
5. Melicinkan konflik ( Smoothing )
6. Perintah dari wewenang (Authoritative Commands )
7. Mengubah variabel manusia ( Altering the Human Variabel )
8. Mengubah variabel struktural (Altering the Structural Variables)
9. Mengidentifikasikan musuh bersama ( Identifying a Common Enemy )

Sumber :
T. Hani Handoko - Manajemen
Anwar Prabu M. - Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan



More about Konflik Kerja - Definisi, Jenis dan Penanganannya.

Korespondensi Bisnis - Falsafah Dasar, Fungsi dan Etika Korespondensi Bisnis

Diposkan oleh Unknown

Surat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas manusia pada zaman modern ini. Didorong oleh tuntutan kebutuhan ekonomi dan sosialnya, manusia akan menjalin hubungan yang semakin luas dengan berbagai individu, baik yang berada disekitarnya maupun ditempat lain.

1. Falsafah dasar

Suatu organisasi atau perusahaan harus mengadakan hubungan dengan organisasi atau perusahaan lain agar aktivitas bisnisnya dapat berjalan dengan baik dan lancar. Didalam upaya menjalin dan membina hubungan tersebut ‘surat’ masih memegang peranan yang penting disamping penggunaan sarana komunikasi lainnya seperti telepon, faxcimili, internet dan lainnya. Jadi yang dimaksud dengan ‘korespondensi bisnis’ pada dasarnya adalah berbagai macam aktivitas pertukaran informasi dan data melalui media surat-menyurat dalam menunjang aktivitas bisnis diantara suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya.

Surat merupakan alat komunikasi tertulis yang berguna untuk menyampaikan informasi dari suatu pihak kepada pihak lain. Informasi tersebut dapat berupa pemberitahuan, pengumuman, pernyataan, permohonan, permintaan, laporan dan sebagainya. Dengan perantaraan surat, setiap orang dapat langsung berkomunikasi dengan sesamanya tanpa harus bertatap muka terlebih dahulu.

Surat biasanya juga sering dijadikan sebagai bukti otentik tertulis ‘hitam diatas putih’. Oleh karena itu, kata-kata dan kalimat dalam surat tersebut harus disusun secara efektif dan efisien serta disusun dengan baik dan teliti. Ketelitian dan kecermatan tersebut dibutuhkan untuk menjamin ketepatan isi surat sebagaimana yang diinginkan oleh pengirimnya.

Surat dapat mencerminkan ‘citra diri’ dari pengirimnya, menyadari hal tersebut perusahaan perlu bersikap selektif dalam memilih sekretaris yang akan menangani aktivitas korespondensi atau surat menyurat tersebut, Citra perusahaan dapat tercemar dan tercoreng apabila urusan korespondensi dalam kegiatan bisnisnya ditangani oleh sekretaris yang tidak menguasai teknik dan etika korespondensi. Surat sebagai suatu pesan yang tertuang dalam bentuk tertulis kadang kala akan dibaca berulang-ulang oleh penerimanya, oleh karena itu pengirim harus berusaha agar dapat memberikan kesan yang baik dalam benak si penerima surat tersebut.

Menulis ‘surat’ yang baik tidak menuntut keahlian khusus seperti seorang pengarang novel, puisi, cerpen atau karya sastra lainnya, karena pada dasarnya ‘surat’ bukanlah sebuah karya sastra. Meskipun demikian, menyususn surat yang baik tidaklah sesederhana yang sering dibayangkan orang, karena ada aturan dan kebiasaan tertentu yang secara umum berlaku dan harus dipenuhi oleh setiap penulis surat.

Dalam mata kuliah ini cq. ‘korespondensi bisnis’ akan dibahas tata cara penulisan surat yang baik ditinjau dari bentuk, isi, jenis, model serta bahasa yang lazim dipakai dalam penulisan surat. Disamping itu akan disajikan juga beberapa contoh untuk masing-masing jenis surat yang dibahas dalam kuliah ini agar mahasiswa lebih mudah mempelajari dan memahaminya.

2. Fungsi Surat

Surat berfungsi sebagai alat komunikasi tertulis untuk menyampaikan pesan atau informasi dari suatu pihak kepada pihak yang lainnya, oleh karena itu isi surat juga dapat mencerminkan citra diri, kualitas serta wibawa dari pengirimnya. Dalam dunia ‘bisnis’ maupun ‘dinas’ instansi pemerintahan, dokumentasi surat sangatlah penting dilakukan, karena surat yang keluar/masuk dpat dijadikan sebagai :

1. Bukti otentik tertulis dan mempunyai kekuatan hokum yang sifatnya mengikat, misalnya : Surat Perjanjian, Kuitansi, Bukti tanda terima, Faktur, dan sebagainya.

2. Sebagai Referensi, dalam merencanakan atau menindaklanjuti suatu aktivitas tertentu. Misalnya : Kumpulan surat yang didokumentasikan dan diarsipkan dengan baik merupakan sumber data yang kelak akan diperlukan dalam kegiatan perencanaan maupun untuk menentukan sikap, menindaklanjuti suatu kegiatan/keputusan tertentu.

3. Jaminan Keamanan dan Kepemilikan, missal : Surat Jalan, Sertifikat dll.

4. Sarana Promosi (Iklan) bagi pihak pengirim, khususnya dalam banyak jenis surat-surat penawaran bisnis seperti brosur, leaflet, price list dan sebagainya.

5. Sarana efektif untuk mengatasi kendala waktu, jarak dan tenaga. Dll.

3. Surat yang Baik

Penulis surat dapat menyusun surat yang baik dan benar dalam aktifitas korespondensi bisnis apabila penulis surat tersebut mengetahui adanya beberapa syarat maupun ciri-ciri tertentu dari sebuah surat yang baik. Berikut ini beberapa syarat dan ciri-ciri dari surat yang baik tersebut :

a. Bentuk surat harus disesuaikan dengan isi, pesan dan tingkat urgensinya

b. Bahasa yang dipergunakan tidak boleh kasar atau menyinggung perasaan, dan tetap menjaga sopan santun.

c. Kalimat-kalimat dalam surat harus mematuhi kaidah-kaidah tata bahasa Indonesia yang benar (EYD). Oleh sebab itu pengetahuan mengenai tata bahasa yang baik dan benar mutlak dibutuhkan.

d. Isi Surat tidak perlu terlalu panjang dan bertele-tele, tetapi menggunakan bahasa yang efisien, efektif dan lugas namun harus tetap menjaga etika kesopanan sehingga menjadi lebih mudah dipahami dan berkesan mendalam.

Dalam penyusunan ‘surat’ yang sifatnya ‘dinas’ atau ‘resmi’ penulis surat juga perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini :

a. Mempersiapkan dan merencanakan rancangan surat dengan baik (draft)

b. Menetapkan dan menguasai permasalahan yang akian diungkapkan

c. Menetapkan bahan rujukan : dokumen/arsip dan berbagai macam data pendukung yang diperlukan

4. Pentingnya Korespondensi Bisnis

Beberapa survey mengenai transaksi bisnis internasional menjelaskan bahwa sekitar 80% kegiatan komunikasi & Interaksi bisnis ekspor-impor biasanya dilakukan melalui korespondensi (surat menyurat) terutama melalui sarana teleks, faxcimili dan terutama sekali lewat e-mail. Sedangkan sisanya biasanya dilakukan melalui negosiasi tatap muka langsung ‘face to face negotiation’. Hal ini berarti bahwa korespondensi memegang peranan yang amat penting dalam perdagangan international pada umumnya.

Hasil negosiasi tatap muka ‘face to face negotiation’ pada akhirnya juga akan dirumuskan dan didokumentasikan dalam bentuk surat menyurat atau korespondensi. Karena hasil pertemuan tatap muka dari kedua belah pihak yang bernegosiasi akan dituangkan dalam bentuk catatan ‘notulen’ atau minutes. Notulen sebagai catatan tertulis tersebut biasanya akan diparaf (diberi initial) dari masing-masing pihak yang bernegosiasi, sebagai tanda kesepakatan sementara.


Apabila perundingan tersebut dilakukan dalam beberapa kali tatap muka dan berkesinambungan, maka semua catatan notulen dari setiap pertemuan tersebut akan dituangkan dalam suatu kesimpulan akhir yang disebut dengan “Persetujuan Prinsip” atau Memorandum Of Understanding yang dikenal dengan singkatan ‘MOU’. MOU tersebut selanjutnya akan ditandatangani bersama oleh kedua belah pihak yang membuat kesepakatan dalam suatu upacara sederhana yang disebut dengan ‘Assigment of MOU’.

Dengan demikian jelaslah bahwa kendatipun suatu transaksi dilakukan dengan cara tatap muka, pada akhirnya tetap akan dirumuskan dalam bentuk tertulis, atau dalam bentuk dokumen surat menyurat. Maka cara apapun yang dipakai dalam transaksi apakah melalui korespondensi atau negosiasi tatap muka, pada akhirnya korespondensi tetap akan memegang peranan yang terpenting, sebab tanpa adanya korespondensi baik melalui media surat biasa, teleks, faksimili, email, dll maka suatu transaksi perdagangan khususnya ekspor-impor rasanya mustahil dapat dilaksanakan.

a. Korespondensi dan Citra Baik (Favourable Image)

Pada prakteknya hampir sebagian besar relasi bisnis kita bisa jadi hanya mengenal perusahaan kita melalui surat-surat (brosur, leaflet, price list) yang telah kita kirimkan. Mereka tidak menganal kita secara pribadi atau personal. Oleh karena itu, desain bentuk dan isi surat mulai dari kop surat, isi surat dan bahasa yang digunakan akan menjadi cerminan awal dari eksistensi perusahaan kita.

Citra perusahaan pada tahap awal perkenalan mungkin sekilas hanya diwakili oleh bentuk sampul amplop ataupun kop suratnya, oleh karena itu desain amplop maupun kop surat perlu dibuat dengan desain yang anggun dan indah yang dapat memberikan informasi dasar mengenai perusahaan, terutama yang dapat menunjukkan sejauh mana integritas dan bonafiditas perusahaan

b. Korespondensi dan Reputasi (Good Reputation)

Apabila perusahaan kita telah mendapatkan pesanan pertama (first order = trial order) maka hal ini berarti kita mulai memasuki tahap yang amat penting dalam kehidupan usaha bisnis tersebut. Pesanan pertama merupakan ujian atas bonafiditas perusahaan, dan salah satu ukuran yang dapat dipakai adalah apakah perusahaan dapat memegang komitmen, khususnya tentang ‘tepat mutu dan tepat waktu’ sebagaimana yang disepakati dalam dokumen ‘MOU’.

c. Korespondensi dan Kepercayaan (Reliability)

Citra yang baik muncul dari penampilan lahir yang baik, sedangkan reputasi yang baik akan terlahir dari kemampuan perusahaan dalam memegang janji komitmen atau dalam menunjukkan kinerja yang baik. Apabila perusahaan dapat mencapai kedua sasaran diatas maka secara otomatis para pelanggan akan menaruh kepercayaan kepada perusahaan dalam aktifitas transaksi bisnisnya. Peranan korespondensi sangatlah penting untuk dapat menunjang mewujudkan tercapainya ketiga sasaran tersebut yaitu tercapainya : citra, reputasi dan kepercayaan dari mitra bisnis perusahaan.

5. Etika Korespondensi

Berdasarkan uraian diatas telah kita ketahui betapa pentingnya peranan korespondensi dalam menunjang aktifitas bisnis perusahaan, berikut ini adalah beberapa hal yang perlu dikemukakan berkaitan dengan ‘tata cara dan etika’ dalam korespondensi bisnis, antara lain :

1. Isi Surat

Tujuan dari setiap korespondensi adalah mengkomunikasikan atau menyampaikan pesan, amanat, berita maupun informasi dan data kepada relasi bisnis kita dengan baik dan benar serta dengan cara yang sopan. Pada dasarnya ‘isi surat’ yang baik harus memenuhi tiga syarat sebagai berikut :

a. Jelas, isi pesan dan berita yang disampaikan

b. Tepat (data & informasi), terlebih apabila menyangkut angka-angka.

c. Benar (tata bahasanya) serta singkat padat penyampaiannya.

2. Bahasa yang Baik dan Benar

Kata-kata, kalimat dan bahasa yang dipakai dalam korespondensi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Jelas ejaannya, biasakan menggunakan kata-kata yang tepat untuk konteks kalimat tertentu, jika diperlukan anda dapat menggunakan kamus untuk mencari kata-kata yang tepat (terutama untuk korespondensi yang berbahasa Inggris)

b. Tidak menggunakan kata-kata yang mempunyai arti ganda dan bias menimbulkan kerancuan salah penafsiran yang membingungkan penerima surat.

c. Gunakan tata bahasa yang runtut dan tidak perlu menambahi dengan embel-embel dan basa-basi yang tidak diperlukan. Pada dasarnya gramatika bahasa Inggris hamper sama dengan bahasa Indonesia, karena itu jika kita dapat menyusun kalimat bahasa Indonesia yang baik dan benar, maka akan sangat mudah untuk dapat ditrabslate atau diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan baik dan benar pula.

3. Tulis dan Ketik yang Rapi

Ingatlah selalu bahwa surat yang kita kirimkan akan mencerminkan citra diri dan kepribadian kita. Ketikan atau tulisan yang rapi akan memberikan kesan bahwa penulis surat itu atau orang yang menandatangani surat itu adalah seorang yang teliti, bersih, rapih dan efisien. Hindari penggunaan penghapus (tip-ex) atau correction pen, karena surat bisnis resmi harus bias menampilkan ketelitian dan keprofesionalan pengirimnya.

4. Perhatikan Tata Letak Surat

Susunan isi surat dan lay outnya pada umumnya dapat dibagi-bagi dalam beberapa bagian sebagai berikut :

Ruang referensi, ruang nama & alamat, kalimat pembuka, Isi surat, kalimat penutup, nama pengirim, tanda tangan pengirim dan jabatan pengirim. Pembahasan lebih lanjut mengenai masalah ini akan dibahas pada bab-bab selanjutnya. (Bab-2).

5. Membaca Kembali (Koreksi)

Sebelum anda mengirimkan atau menandatangani surat tertentu, terlebih dahulu luangkan waktu anda untuk membaca kembali surat tersebut, hal ini penting untuk menghindari kesalahan-kesalahan fatal yang seharusnya tidak perlu terjadi. Jika anda seorang manajer sebaiknya jangan 100% percayakan urusan korespondensi kepada sekretaris anda, telitilah sebelum surat tersebut anda tanda tangani, karena andalah yang menjadi penanggung jawab atas isi surat itu, Ingatlah isi surat tersebut kelak bisa dijadikan barang bukti di pengadilan apabila terjadi perselisihan dan sengketa bisnis dengan relasi anda, oleh karena itu baca lagi dan sekali lagi sebelum anda menandatanganinya.

6. Balas Segera

Usahakan membalas setiap surat yang masuk ‘segera’ setelah surat itu diterima. Apabila perlu surat yang masuk dibalas pada hari yang sama. Jangan tunda hingga esok apa yang bisa anda selesaikan hari ini. Mungkin sebagian besar pelanggan memutuskan membeli produk dari perusahaan anda bukan atas dasar pertimbangan harga atau mutu barang, namun lebih didasari oleh kecepatan pelayanan dan perhatian kita terhadap kepuasan kebutuhan pelanggan. Segeralah berikan respon jawaban atas pesanan yang masuk, lazimnya jawaban sementara atas pesanan yang masuk meskipun hanya berupa pemberitahuan bahwa surat pesanan yang dikirim pelanggan sudah kita terima disebut Acknowlwdgement Receipt, selanjutnya paling lambat 7 hari kerja sejak surat pemesanan diterima kita sudah harus dapat memberikan jawaban & kepastian tentang bisa tidaknya pesanan tersebut dipenuhi.

More about Korespondensi Bisnis - Falsafah Dasar, Fungsi dan Etika Korespondensi Bisnis

Pengertian dan Penggolongan biaya.

Diposkan oleh Unknown

Biaya dalam suatu perusahaan merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam menunjang pelaksanaan kegiatan dalam usaha mencapai tujuan. Tujuan itu dapat tercapai apabila biaya yang dikeluarkan sebagai bentuk suatu pengorbanan oleh perusahaan yang bersangkutan telah diperhitungkan secara tepat. Dalam menentukan apakah suatu pengorbanan merupakan biaya atau tidak, maka terlebih dahulu harus dipahami pengertian tentang biaya antara lain :
Menurut Supriyono (1999 : 16) biaya adalah harga perolehan yang dikorbankan atau yang digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan (revenue) dan akan di pakai sebagai pengurang penghasilan.
Menurut Mulyadi (1999 : 8) dalam arti luas biaya adalah : pengorbanan sumber ekonomis, yang di ukur dalam satuan uang, yang terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam arti sempit diartikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva yang di sebut dengan istilah harga pokok, atau dalam pengertian lain biaya merupakan bagian dari harga pokok yang dikorbankan di dalam suatu usaha untuk memperoleh penghasilan.

Dari pengertian di atas, walaupun nampak ada perbedaan namun pada dasarnya memiliki persamaan yaitu biaya adalah pengorbanan ekonomis, yang di ukur dengan nilai uang untuk memperoleh barang atau jasa.
Pengklasifikasian biaya atau penggolongan biaya dilakukan sesuai dengan tujuan biaya itu sendiri. Untuk tujuan yang berbeda, diperlukan cara penggolongan biaya yang berbeda pula.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Supriyono dalam buku Akuntansi Biaya : pengumpulan biaya dan penentuan harga pokok (1999 : 18) menggolongkan biaya sebagai berikut :
1. Penggolongan biaya sesuai dengan fungsi pokok dari kegiatan/aktivitas perusahaan. Atas dasar fungsi pokok dari kegiatan atau aktivitas perusahaan, biaya dapat dikelompokkan menjadi :
a. Fungsi produksi, yaitu semua biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi atau kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk selesai yang siap untuk di jual.
b. Fungsi pemasaran, yaitu fungsi yang berhubungan dengan kejadian penjualan produk selesai yang siap untuk di jual dengan cara memuaskan pembeli dan dapat memperoleh laba sesuai yang diinginkan perusahaan sampai dengan pengumpulan kas dan hasil penjualan.
c. Administrasi dan umum adalah fungsi yang berhubungan dengan kegiatan penentuan kebijakan, pengarahan dan pengawasan kegiatan perusahaan secara keseluruhan agar dapat berhasil guna (efektif) dan berdaya guna (efisien).
d. Fungsi keuangan, yaitu fungsi yang berhubungan dengan kegiatan keuangan atau penyediaan dana yang diperlukan perusahaan.
2. Penggolongan biaya sesuai dengan periode akuntansi di mana biaya akan dibebankan untuk dapat menggolongkan pengeluaran (expenditures) akan berhubungan dengan kapan pengeluaran tersebut akan menjadi biaya.
Penggolongan pengeluaran tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pengeluaran Modal (Capital Expenditures) yaitu pengeluaran yang akan dapat memberikan manfaat (benefit) pada beberapa periode akuntansi atau pengeluaran yang akan datang. Pada saat terjadinya pengeluaran ini dikapitalisasi ke dalam harga perolehan aktual, dan diperlakukan sebagai biaya pada periode akuntansi yang menikmati manfaatnya.
b. Pengeluaran Penghasilan (Revenue Expenditures) yaitu pengeluaran yang akan memberikan manfaat hanya pada periode akuntansi di mana pengeluaran terjadi. Umumnya pada saat terjadinya pengeluaran langsung diperlakukan ke dalam biaya, atau tidak dikapitalisasi sebagai aktiva.
3. Penggolongan biaya sesuai dengan tendensi perubahannya terhadap aktivitas atau kegiatan volume.
Pengolongan biaya sesuai dengan tendensi perubahannya terhadap aktivitas terutama untuk tujuan perencanaan dan pengendalian biaya serta pengambilan keputusan. Tendensi perubahannya terhadap aktivitas dapat dikelompokkan menjadi :
a. Biaya tetap
Biaya tetap memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Biaya yang jumlah totalnya tetap konstan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan atau aktivitas sampai dengan tingkatan tertentu.
2. Pada biaya tetap, biaya satuan (unit cost) akan berubah berbanding terbalik dengan perubahan volume penjualan, semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah biaya satuan, semakin rendah volume kegiatan semakin tinggi biaya satuan.
b. Biaya variabel
Biaya variabel memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Biaya yang jumlah totalnya akan berubah secara sebanding (proporsional) dengan perubahan volume kegiatan, semakin besar volume kegiatan semakin tinggi jumlah total biaya variabel, semakin rendah volume kegiatan semakin rendah jumlah biaya variabel.
2. Pada biaya variabel, biaya satuan tidak dipengaruhi oleh volume kegiatan, jadi biaya semakin konstan.



c. Biaya semi variabel
Biaya semi variabel memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Biaya yang jumlah totalnya akan berubah sesuai dengan perubahan volume kegiatan, akan tetapi sifat perubahannya tidak sebanding. Semakin tinggi volume kegiatan semakin besar jumlah biaya total, semakin rendah volume kegiatan semakin rendah biaya, tetapi perubahannya tidak sebanding.
2. Pada biaya semi variabel, biaya satuan akan berubah terbalik dihubungkan dengan perubahan volume kegiatan tetapi sifatnya tidak sebanding. Sampai dengan tingkatan kegiatan tertentu semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah biaya satuan, semakin rendah volume kegiatan semakin tinggi biaya satuan.
4. Penggolongan biaya sesuai dengan obyek atau pusat biaya yang dibiayai
Di dalam perusahaan obyek atau pusat biaya dapat dihubungkan dengan produk yang dihasilkan, departemen-departemen yang ada dalam pabrik, daerah pemasaran, bagian-bagian dalam organisasi yang lain, bahkan individu.
Penggolongan biaya atas dasar obyek atau pusat biaya, biaya dapat dibagi menjadi :
a. Biaya langsung (Direct cost)
Biaya langsung adalah biaya yang terjadinya atau manfaatnya dapat didefinisikan kepada obyek atau pusat biaya tertentu.
b. Biaya tidak langsung (Indirect cost)
Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya atau manfaatnya tidak dapat didefinisikan pada obyek atau pusat biaya tertentu, atau biaya yang manfaatnya dinikmati oleh beberapa obyek atau pusat biaya.
5. Penggolongan biaya untuk pengendalian biaya
Untuk pengendalian informasi biaya yang ditunjukkan kepada manajemen dikelompokkan ke dalam :
a. Biaya terkendali (Controllable cost)
Biaya terkendali adalah biaya yang secara langsung dapat dipengaruhi oleh seorang pimpinan/jabatan pemimpin tertentu dalam jangka waktu tertentu.
b. Biaya tak terkendali (Uncontrollable cost)
Biaya tidak terkendali adalah biaya yang tidak dapat dipengaruhi oleh seorang pemimpin/jabatan tertentu berdasarkan wewenang yang dia miliki atau tidak dapat dipengaruhi oleh seorang pejabat dalam waktu tertentu.
6. Penggolongan biaya sesuai dengan tujuan pengambilan keputusan
Untuk tujuan pengambilan keputusan oleh manajemen maka biaya dapat dikelompokkan menjadi :

a. Biaya relevan (Relevant cost)
Biaya relevan adalah biaya yang akan mempengaruhi pengambilan keputusan, oleh karena itu biaya tersebut harus diperhitungkan di dalam pengambilan keputusan.
b. Biaya tidak relevan (Irrelevant cost)
Biaya yang tidak relevan adalah biaya yang tidak mempengaruhi pengambilan keputusan, oleh karena itu biaya ini tidak perlu diperhitungkan atau dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan.
Penggolongan biaya atas dasar tendensi perubahan terhadap aktivitas tertentu sangat penting dalam proses perencanaan laba. Biaya ini dikelompokkan menjadi biaya tetap, biaya variabel dan biaya semi variabel. Untuk kepentingan analisis break even, biaya semi variabel akan di analisis lebih lanjut ke dalam biaya tetap dan biaya variabel.
1. Biaya tetap
Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisar perubahan volume kegiatan tertentu. Menurut Mulyadi (1999 : 507) menyatakan biaya tetap dalam hubungannya untuk perencanaan dan pengawasan biaya, biaya tetap dibedakan menjadi
• Committed fixed cost
• Discretionary fixed cost
Committed fixed cost adalah biaya yang tetap dikeluarkan, yang tidak dapat dikurangi guna mempertahankan kemampuan perusahaan di dalam memenuhi tujuan-tujuan jangka panjang. Contoh : committed fixed cost adalah biaya depresiasi, pajak bumi dan bangunan, sewa, asuransi dan gaji karyawan utama. Kebijakan menjadi committed fixed cost terutama dipengaruhi oleh rencana kegiatan jangka panjang.
Discretionary fixed cost adalah biaya yang timbul dari keputusan penyediaan anggaran secara berkala (biasanya tahunan) yang secara langsung mencerminkan kebijakan manajemen puncak mengenai jumlah maksimum biaya yang diizinkan untuk dikeluarkan, dan yang tidak dapat menggambarkan hubungan yang optimum antara masukan dengan keluaran (yang di ukur dengan volume penjualan, jasa atau produk). Contoh : discretionary fixed cost adalah biaya riset dan pengembangan, biaya iklan, biaya promosi penjualan, biaya program latihan karyawan, biaya konsultan.
2. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Contohnya adalah biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Untuk tujuan perencanaan dan pengawasan, biaya variabel dibedakan menjadi :
• Engineered variabel cost
• Discretionary cost
Engineered variabel cost adalah biaya yang memiliki hubungan fisik tertentu dengan ukuran kegiatan tertentu atau biaya yang antara masukan dan keluarannya mempunyai hubungan yang erat dan nyata. Contohnya : biaya bahan baku.
Discretionary variabel cost adalah biaya-biaya yang jumlah totalnya sebanding dengan perubahan volume kegiatan sebagai akibat kebijakan/keputusan manajemen. Contohnya : biaya iklan yang ditetapkan oleh manajemen.
3. Biaya semi variabel
Biaya semi variabel adalah biaya yang memiliki unsur tetap dan variabel di dalamnya. Unsur biaya tetap merupakan jumlah biaya minimum untuk menyediakan jasa sedangkan unsur variabel merupakan bagian dari biaya semi variabel yang dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan.
Biaya semi variabel memiliki unsur biaya tetap dan biaya variabel. Untuk memisahkan biaya semi variabel ke dalam elemen biaya tetap dan biaya variabel, ada dua pendekatan yang digunakan yaitu :
a. Pendekatan analisis (Analytical approach)
Dalam pendekatan ini diadakan kerjasama antara bagian teknik dengan bagian penyusunan anggaran untuk mengadakan penyelidikan terhadap tiap-tiap kegiatan atau pekerjaan, untuk menentukan perlu tidaknya suatu biaya, jumlah biaya pada berbagai kegiatan untuk pekerjaan tertentu, metode pelaksanaan pekerjaan yang paling efisien, dan jumlah biaya yang bersangkutan dengan pelaksanaan pekerjaan tersebut pada berbagai tingkat kegiatan.
b. Pendekatan historis (Historical approach)
Pendekatan ini mencoba menentukan fungsi biaya dengan cara menganalisis tingkah laku biaya yang terjadi di masa lalu dalam hubungannya dengan volume kegiatan. Dalam pendekatan historis, data biaya selama beberapa periode dikumpulkan dan di hitung biaya tetap dan biaya variabelnya dengan menggunakan metode tertentu.
Ada tiga metode yang dapat digunakan yaitu :
1. Metode Biaya Terjaga (Stand by Cost Method)
Metode ini mencoba menghitung beberapa biaya yang harus tetap dikeluarkan andaikata perusahaan di tutup untuk sementara, jadi produknya sama dengan nol. Biaya ini di sebut biaya terjaga, dan biaya terjaga ini merupakan bagian yang tetap.
2. Metode Titik Tertinggi dan Terendah (Hight and Low Point Method)
Metode ini merupakan teknik pemisahan biaya variabel dengan cara membandingkan biaya pada tingkat kegiatan yang paling tinggi dibandingkan dengan biaya tersebut pada tingkat kegiatan terendah di masa lalu. Selisih biaya yang di hitung merupakan unsur biaya variabel dalam biaya tersebut. Sedangkan biaya tetap mengurangi biaya semi variabel dengan biaya variabelnya.


3. Metode Kuadrat Terkecil (Least Square Method)
Metode ini menganggap bahwa hubungan antara biaya dan volume kegiatan berbentuk garis lurus dengan persamaan.
Y = a + b x



Di mana :
Y = Total biaya semi variabel
a = Biaya tetap
b = Biaya variabel satuan
n = Jumlah data
x = Volume kegiatan
More about Pengertian dan Penggolongan biaya.