E-Marketing (Electronic Marketing) : Definisi dan Manfaat

Diposkan oleh Unknown

Pengertian tentang E-Marketing menurut Armstrong dan Kottler (2004:74) adalah sebagai berikut: E-Marketing is the marketing side of E-Commerce, it consists of company efforts to communicate abaout, promote and sell products and services over the internet. Yang bisa diartikan sebagai berikut: E-Marketing adalah sisi pemasaran dari E-Commerce, yang terdiri dari kerja dari perusahaanuntuk mengkomunikasikan sesuatu, mempromosikan, dan menjual barang dan jasa melalui internet.

Menurut American Marketing Association yang dikutip oleh Kleindl dan Burrow (2005) marketing adalah proses perencanaan dan pelaksanaan dari ide atau pemikiran konsep, harga, promosi dan distribusi. Marketing dapat diartikan lebih sederhana yakni pembangunan dan pemeliharaan hubungan yang saling memuaskan antara perusahaan dan konsumen.
Saat ini marketing telah berkembang seiring dengan perkembangan teknologi. Aktivitas marketing menjadi lebih luas dengan adanya internet. Penggunaan internet dan fasilitas yang ada di dalam internet untuk melakukan aktivitas marketing dikenal sebagai e-marketing (Kleindl dan Burrow, 2005).
Menurut Boone dan Kurtz (2005) e-marketing adalah salah satu komponen dalam e-commerce dengan kepentingan khusus oleh marketer, yakni strategi proses pembuatan, pendistribusian, promosi, dan penetapan harga barang dan jasa kepada pangsa pasar internet atau melalui peralatan digital lain.
Sedangkan menurut Strauss dan Frost (2001) e-marketing adalah penggunaan data dan aplikasi elektronik untuk perencanaan dan pelaksanaan konsep, distribusi, promosi, dan penetapan harga untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan individu dan organisasi.

Keuntungan yang dapat diberikan dengan adanya penggunaan E-marketing ini bagi perusahaan menurut Jamal (1996:18) yaitu:
a. Mampu menjangkau berbagai konsumen dalam suatu lingkungan yang belum dipenuhi oleh pesaing.
b. Target adalah konsumen yang telah terbagi ke dalam kelompok dan mengembangkan dialog berkelanjutan.

c. Transaksi binis secara elektronik dan dengan biaya yang rendah.
E-mail dan data files dapat dipindahkan kepada konsumen yang terpilih atau semua konsumen dalam hitungan detik.
d. Jalur proses penjualan langsung dari produsen ke pengguna tanpa harus melewati jalur distribusi klasik.
e. Dapat menambahkan produk untuk dipasarkan secara cepat dan melakukan perubahan dalam rencana penjualan dengan sangat cepat.
f. Dapat melacak kegiatan penjualan yang sudah terjadi, langkah-langkahnya dan hasil yang didapat.
g. Dapat mengawasi pesaing
h. Menciptakan dialog antara perusahaan dengan konsumen
i. Dapat mendistribusikan program dan informasi tentang produk melalui E-mail atau file transfer.
More about E-Marketing (Electronic Marketing) : Definisi dan Manfaat

Persyaratan Segmentasi Pasar yang Efektif dan Evaluasi Segmentasi Pasar

Diposkan oleh Unknown

Meskipun ada banyak cara untuk membuat segmentasi pasar, namun efektivitasnya berbeda-beda. Sebagai contoh, pembeli makanan di restoran dapat dibagi menjadi pelanggan berambut pirang, coklat tua dan hitam. Tetapi warna rambut tidak mempengaruhi pembelian makanan di restoran. Selain itu bila semua pelanggan restoran membeli dalam jumlah yang sama setiap bulan, karena yakin bahwa seluruh makanan di restoran itu sama kualitasnya, dan bersedia membayar dengan harga yang sama, perusahaan tidak akan mendapat manfaat dari segmentasi pasar tersebut.

Untuk bisa memberi manfaat, segmen pasar harus mempunyai karakteristik berikut ini menurut Kotler, Bowen dan Makens (2002, p.265):
a) Dapat diukur ( measurable )
Sejauh mana ukuran dan daya beli segmen dapat diukur. Variabel segmentasi tertentu sulit diukur, seperti ukuran segmen remaja peminum minuman keras, terutama yang alasannya karena berontak kepada orang tua.
b) Dapat diakses ( accessable )
Sejauh mana segmen itu dapat diakses dan dilayani secara efektif.
c) Cukup besar ( substantial )
Sejauh mana segmen itu cukup besar atau cukup menguntungkan untuk dilayani sebagai pasar. Sebuah segmen sebaiknya merupakan kelompok homogen yang secara ekonomi paling layak mendukung program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan segmen itu. Sebagai contoh, area metropolitan besar dapat mendukung beragam restoran etnis. Sebaliknya di kota kecil, restoran etnis tidak mungkin dapat bertahan.
d) Dapat dibedakan ( differentiable)
Sejauh mana segmen-segmen secara konseptual dapat dipisah-pisahkan dan memberikan tanggapan yang berbeda terhadap unsur dan program bauran pemasaran yang berbeda. Jika wanita yang telah menikah dan belum menikah memberikan tanggapan yang sama atas penjualan parfum, berarti diantaranya bukanlah segmen yang terpisah.
e) Dapat dilaksanakan ( actionable )
Sejauh mana program yang efektif dapat didisain untuk menarik melayani segmen – segmen tersebut.

Evaluasi Segmentasi Pasar
Pada saat mengevaluasi pasar, perusahaan harus memperhatikan tiga faktor (Kotler, Bowen dan Makens, 2002, pp.265-267), yaitu :
1) Ukuran dan pertumbuhan pasar.
Perusahaan akan menganalisa ukuran dan pertumbuhan segmen, kemudian memilih segmen yang memberikan peluang terbaik. Pertama-tama perusahaan harus mengumpulkan dan menganalisa data terakhir penjualan segmen saat ini, tingkat pertumbuhan, dan laba yang diharapkan dari berbagai segmen. Perusahaan akan menaruh minat pada segmen yang memiliki karakteristik ukuran dan pertumbuhan yang tepat, namun hal ini bersifat relatif.
2) Daya tarik struktur segmen.
Perusahaan harus meneliti sejumlah faktor struktural utama yang mempengaruhi data tarik segmen dalam jangka panjang. Sebagai contoh, daya tarik segmen berkurang bila segmen itu telah memiliki banyak pesaing yang kuat dan agresif. Keberadaan banyak produk pengganti yang nyata atau yang potensial bisa membatasi harga dan keuntungan yang dapat diambil dari suatu segmen. Kekuatan relatif pembeli juga mempengaruhi daya tarik segmen, jika pembeli dalam sebuah segmen mempunyai kekuatan menawar yang relatif kuat terhadap penjual, maka akan mendesak harga untuk turun, menuntut kualitas dan layanan yang lebih, dan mengadu perusahaan satu dengan yang lain. Semuanya itu terjadi dengan mengorbankan keuntungan yang dapat diperoleh penjual.
3) Tujuan dan sumber daya perusahaan.
Sekalipun sebuah segmen memiliki ukuran dan pertumbuhan yang tepat serta secara struktural menarik, perusahaan-perusahaan harus mempertimbangkan tujuan dan sumber dayanya sendiri dalam hubungannya dengan suatu segmen.
More about Persyaratan Segmentasi Pasar yang Efektif dan Evaluasi Segmentasi Pasar

Hambatan yang Menyebabkan Komunikasi Tidak Efektif

Diposkan oleh Unknown

Di dalam komunikasi selalu ada hambatan yang dapat mengganggu kelancaran jalannya proses komunikasi. Sehingga informasi dan gagasan yang disampaikan tidak dapat diterima dan dimengerti dengan jelas oleh penerima pesan atau receiver.
Menurut Ron Ludlow & Fergus Panton, ada hambatan-hambatan yang menyebabkan komunikasi tidak efektif yaitu adalah (1992,p.10-11) :

1. Status effect
Adanya perbedaaan pengaruh status sosial yang dimiliki setiap manusia.Misalnya karyawan dengan status sosial yang lebih rendah harus tunduk dan patuh apapun perintah yang diberikan atasan. Maka karyawan tersebut tidak dapat atau takut mengemukakan aspirasinya atau pendapatnya.

2. Semantic Problems
Faktor semantik menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaanya kepada komunikan. Demi kelancaran komunikasi seorang komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan sematis ini, sebab kesalahan pengucapan atau kesalahan dalam penulisan dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding) atau penafsiran (misinterpretation) yang pada gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi (miscommunication). Misalnya kesalahan pengucapan bahasa dan salah penafsiran seperti contoh : pengucapan demonstrasi menjadi demokrasi, kedelai menjadi keledai dan lain-lain.

3. Perceptual distorsion
Perceptual distorsion dapat disebabkan karena perbedaan cara pandangan yang sempit pada diri sendiri dan perbedaaan cara berpikir serta cara mengerti yang sempit terhadap orang lain. Sehingga dalam komunikasi terjadi perbedaan persepsi dan wawasan atau cara pandang antara satu dengan yang lainnya.

4. Cultural Differences
Hambatan yang terjadi karena disebabkan adanya perbedaan kebudayaan, agama dan lingkungan sosial. Dalam suatu organisasi terdapat beberapa suku, ras, dan bahasa yang berbeda. Sehingga ada beberapa kata-kata yang memiliki arti berbeda di tiap suku. Seperti contoh : kata “jangan” dalam bahasa Indonesia artinya tidak boleh, tetapi orang suku jawa mengartikan kata tersebut suatu jenis makanan berupa sup.

5. Physical Distractions
Hambatan ini disebabkan oleh gangguan lingkungan fisik terhadap proses berlangsungnya komunikasi. Contohnya : suara riuh orang-orang atau kebisingan, suara hujan atau petir, dan cahaya yang kurang jelas.

6. Poor choice of communication channels
Adalah gangguan yang disebabkan pada media yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi. Contoh dalam kehidupan sehari-hari misalnya sambungan telephone yang terputus-putus, suara radio yang hilang dan muncul, gambar yang kabur pada pesawat televisi, huruf ketikan yang buram pada surat sehingga informasi tidak dapat ditangkap dan dimengerti dengan jelas.

7. No Feed back
Hambatan tersebut adalah seorang sender mengirimkan pesan kepada receiver tetapi tidak adanya respon dan tanggapan dari receiver maka yang terjadi adalah komunikasi satu arah yang sia-sia. Seperti contoh : Seorang manajer menerangkan suatu gagasan yang ditujukan kepada para karyawan, dalam penerapan gagasan tersebut para karyawan tidak memberikan tanggapan atau respon dengan kata lain tidak peduli dengan gagasan seorang manajer.
More about Hambatan yang Menyebabkan Komunikasi Tidak Efektif

Turnover Intentions : Definisi, Indikasi, Dampak Turnover bagi Perusahaan dan Perhitungan Turnover

Diposkan oleh Unknown

Definisi Turnover Intentions
Menurut Harninda (1999:27): “Turnover intentions pada dasarnya adalah sama dengan keinginan berpindah karyawan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya.” Pendapat tersebut menunjukkan bahwa turnover intentions adalah keinginan untuk berpindah, belum sampai pada tahap realisasi yaitu melakukan perpindahan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Harnoto (2002:2) menyatakan: “turnover intentions adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan timbulnya turnover intentions ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.” Pendapat tersebut juga relatif sama dengan pendapat yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa turnover intentions pada dasarnya adalah keinginan untuk meninggalkan (keluar) dari perusahaan.
Toly (2001), menyatakan: “Tingkat keinginan berpindah yang tinggi para staf akuntan telah menimbulkan biaya potensial untuk Kantor Akuntan Publik (KAP).” Pendapat ini menunjukkan bahwa turnover intensions merupakan bentuk keinginan karyawan untuk berpindah ke perusahaan lain. Handoko (2000:322) menyatakan: “Perputaran (turnover) merupakan tantangan khusus bagi pengembangan sumber daya manusia. Karena kejadian-kejadian tersebut tidak dapat diperkirakan, kegiatan-kegiatan pengembangan harus mempersiapkan setiap saat pengganti karyawan yang keluar.” Di lain pihak, dalam banyak kasus nyata, program pengembangan perusahaan yang sangat baik justru meningkatkan
turnover intentions.
Pergantian karyawan atau keluar masuknya karyawan dari organisasi adalah suatu fenomena penting dalam kehidupan organisasi. Ada kalanya pergantian karyawan memiliki dampak positif. Namun sebagian besar pergantian karyawan membawa pengaruh yang kurang baik terhadap organisasi, baik dari segi biaya maupun dari segi hilangnya waktu dan kesempatan untuk memanfaatkan peluang Dalam arti luas, “turnover diartikan sebagai aliran para karyawan yang masuk dan keluar perusahaan” (Ronodipuro dan Husnan, 1995: 34). Sedangkan Mobley (1999: 13), megemukakan bahwa batasan umum tentang pergantian karyawan adalah : “berhentinya individu sebagai anggota suatu organisasi dengan disertai pemberian imbalan keuangan oleh organisasi yang bersangkutan”.

Indikasi Terjadinya Turnover Intentions
Menurut Harnoto (2002:2): “Turnover intentions ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya.” Indikasi-indikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover intentions karyawan dalam sebuah perusahaan.
1. Absensi yang meningkat
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
2. Mulai malas bekerja
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan.
3. Peningkatan terhadap pelanggaran tatatertib kerja
Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya.
4. Peningkatan protes terhadap atasan
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.
5. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya
Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover.

Dampak turnover bagi organisasi
Turnover ini merupakan petunjuk kestabilan karyawan. Semakin tinggi turnover, berarti semakin sering terjadi pergantian karyawan. Tentu hal ini akan merugikan perusahaan. Sebab, apabila seorang karyawan meninggalkan perusahaan akan membawa berbagai biaya seperti:
a. Biaya penarikan karyawan. Menyangkut waktu dan fasilitas untuk wawancara dalam proses seleksi karyawan, penarikan dan mempelajari penggantian.
b. Biaya latihan. Menyangkut waktu pengawas, departemen personalia dan karyawan yang dilatih.
c. Apa yang dikeluarkan buat karyawan lebih kecil dari yang dihasilkan karyawan baru tersebut.
d. Tingkat kecelakaan para karyawan baru, biasanya cenderung tinggi.
e. Adanya produksi yang hilang selama masa pergantian karyawan.
f. Peralatan produksi yang tidak bisa digunakan sepenuhnya.
g. Banyak pemborosan karena adanya karyawan baru.
h. Perlu melakukan kerja lembur, kalau tidak akan mengalami penundaan penyerahan.
Turnover yang tinggi pada suatu bidang dalam suatu organisasi, menunjukkan bahwa bidang yang bersangkutan perlu diperbaiki kondisi kerjanya atau cara pembinaannya.

Perhitungan Turnover
Tingkat turnover intentions bisa dinyatakan dengan berbagai rumusan.
Umumnya laju turnover intentions dinyatakan dalam persentase yang mencakup jangka waktu tertentu. Andaikata suatu perusahaan memiliki rata-rata 800 tenaga kerja per bulan, di mana selama itu terjadi 16 kali karyawan keluar (accession) dan 24 kali pemecatan (separation). Maka accession rate adalah 16/800 x 100% = 2%, sedang separation rate adalah 24/800 x 100% = 3%. Dengan demikian tingkat replacement (penggantian) atau replacement rate adalah sama dengan accession rate yakni 2%. Sebab replacement (penggatian) atau replacement rate selalu harus seimbang dengan accession rate-nya. Hal ini berarti bahwa dengan keluarnya seorang pegawai/karyawan misalnya, harus segera diganti dengan seorang pegawai/karyawan baru sebagai penggantian (replacement).
Tingkat replacement tersebut sering pula disebut net labour turnover, yang menekankan pada biaya perputaran tenaga kerja untuk menarik dan melatih karyawan pengganti.
More about Turnover Intentions : Definisi, Indikasi, Dampak Turnover bagi Perusahaan dan Perhitungan Turnover

Customer Satisfaction as a Foundation of Business Growth

Diposkan oleh Unknown

The most powerful argument for investing in customer relationships is the profitability of lifetime customers. It costs much less to sell additional products or services to your existing customers than to attract and close a new prospect. If you have treated a customer right, you’ve earned trust and that puts you a step ahead of your competitors. Satisfied customers also drive new business through word-of-mouth referrals to colleagues.
You should already know who your most profitable customers are, how to best contact them, and their purchasing preferences. If you don’t have a way to collect and manage this information (and more) about your customers, your company needs a customer relationship management strategy – and fast! In a perfect world, marketing and sales professionals would have time and resources to communicate in a highly personal way with each individual customer, creating nearly perfect relationships by offering a customer the right products or services, and making contact at the precise moment the customer realizes a need. In marketing, the term ‘one-to-one’ describes this ideal relationship – an exclusive loyalty between your company and the customer, focused on meeting each customer’s needs in the way that best matches his preferences and expectations.
“Knowing your customers is a fundamental rule for successful business,” says Nina Smith, Chief Market ing Officer for Sage Software. “There are myriad ways to know your customers – we take some 30,000 support calls daily, and each one of those helps to inform us of what’s important to our customers. The key is to listen, to gather information, and to use that information to make the customer experience better.”
Don Peppers and Martha Rogers, the pioneers of ‘one-to-one’ customer relationship theory, have created a set of best practices to help businesses focus in on what matters most to customers – creating ideal conditions for business growth and competitive advantage. Traditionally, companies could not find cost effective ways to create personalized, relationship-strengthening communications with customers. But today, Peppers and Rogers argue, automated Customer Relationship Management (CRM) software and fast, flexible marketing channels (such as e-mail and the internet) enable companies to create sustainable, interactive relationships with customers.

Let’s examine the four basic steps outlined by Peppers and Rogers for ensuring customer loyalty:

1. Identify
your best customers – those that purchase from your company again and again.
2. Differentiate
your most profitable customers from prospects
that are unlikely to purchase. What common preferences do your most important customers share? What characteristics in
prospects are good indicators that they will not purchase from you? Understand that some customers have a higher value to your organization than others.
3. Interact
with your customers. Don’t talk at them with your marketing – start a conversation. Learn their preferences and motivators (and record these). Interacting with customers will help you build on your knowledge to increase your rate of success.
4. Customize
the messages you present to each customer. Instead
of asking customers to purchase from your company in the way that is easiest for you invite them to purchase in the way that is
most satisfying to them. Use the information you gathered while interacting with your customers to attract new customers.
More about Customer Satisfaction as a Foundation of Business Growth

The Role of Customer Service in Small Business Strategic Planning

Diposkan oleh Unknown

Abstract
With the changing environment of retail sales, where giant discount chain stores are gobbling up market share, the chance of survival for the small business may hinge on its ability to provide outstanding customer service. However, the decision to provide outstanding service is a strategic management choice and should be interwoven into all facets of the business operation.
A model is introduced that depicts a customer’s expectations of the retailer’s customer service system. Expectations of the service encounter are depicted within a floating range. A small business must first attempt to provide the basic customer service needs prior to implementing a complex scheme. However, the service components designed to exceed customer expectations will be those more likely to result in loyal customers.

A Story of Bad Customer Service
A customer is in the process of remodeling his home and is in need of supplies to finish staining his hardwood floors. He is a novice home-repairman and goes to his local hardware store in hopes of getting the needed supplies and some instruction on how to use them. He enters the store and notices a young girl sitting at the cash register. She is wearing blue jeans and a sweatshirt. She is reading a book and never looks up to acknowledge the customer.
The customer wanders around the store for about five minutes looking down the unmarked aisles but cannot locate any floor stain products. He then notices several men seated around a desk. The men are dressed in blue jeans and assorted work shirts. They are telling stories about a recent deer hunt. The customer approaches this group of men and is unsure if they even work for the hardware store. The customer stands at the desk for several minutes while the stories continue. Finally, and with an air of annoyance at having their story interrupted, one of the men looks up and asks if he can help with something. The customer tells him what he is looking for and the store clerk says, "Yeah, they're over there" and points with his hand toward a back corner. The story of the deer hunt resumes.
The customer goes to the back corner of the business and looks around until he finally finds the floor stain products. There are three different brands, several varieties of colors, and each product seems to have various qualities that set it apart from the competing brands. After reading the labels to gain as much information as possible, the customer returns to the desk to obtain some assistance. Again the deer story must be interrupted and again the employees seem annoyed at being troubled by a customer. The customer states that he found the products, states the type of project he is working on, and asks which of the brands would best be suited for his particular task. The clerk replies, "Aw, they're pretty much all the same.”

The aftermath of this situation of poor customer service is rather astounding in terms of a lost customer, bad word of mouth, and, most important, lost sales revenue. The customer in this case purchased less than $10 worth of supplies for the floor staining project. However, other projects soon totaled well over $2,000. All of these subsequent supplies were purchased at another hardware store because the customer vowed to never go back to the original store. Additionally, he warned his friends about going to the business by sharing his story with them. He then recommended the second hardware store and lauded the friendly customer service he had received at this business.
Scenes such as this one occur daily in countless small retailers throughout the nation. Small retailers are continually searching for a way to compete against the retail giants. Outstanding customer service is one way in which they can compete. It is important to note, however, that not all small retailers should strive to deliver excellent customer service. The decision to provide such service should be a methodical one that is based on industry analysis and hard facts. The purpose of this paper is to examine the roles of strategic management and customer satisfaction in the small retail firm. The integration of these two very important business concepts can be the key to the survival of many small businesses.
download journal
More about The Role of Customer Service in Small Business Strategic Planning

Konsep Marketing Public Relations (MPR) : Definisi dan Peran Marketing Public Relations

Diposkan oleh Unknown

Praktik Public Relations pada prinsipnya adalah merupakan suatu kegiatan yang terencana dan suatu usaha yang terus menerus untuk dapat memantapkan dan mengembangkan itikad baik (goodwill) dan pengertian yang timbal balik (mutual understanding) antara suatu organisasi dengan masyarakat. Pada era globalisasi ini peran Marketing Public Relations menjadi semakin penting karena itikad baik (good will) menjadi suatu bagian dari profesionalisme yang pasti akan terbentuk karena pembentukan simpati konsumen secara efektif dan efisien sudah merupakan keharusan dimana tingkat kompleksitas dan pemuasan kebutuhan nasabah sudah mencapai tingkat yang canggih dalam kegiatan pengemasannya. (Saka Abadi, 1994:p.45)
Marketing Public Relations (MPR) penekannanya bukan pada selling (seperti kegiatan periklanan), naman pada pemeberian informasi, pendidikan dan upaya peningkatan pengertian lewat penambahan pengetahuan mengenai suatu merek produk, Jasa, perusahaan akan lebih kuat dampaknya dan agar lebih lama diingat oleh nasabah. Dengan tingkat komunikasi yang lebih intensif dan komprehensif bila dibandingkan dengan iklan, maka MPR merupakan suatu konsep yang lebih tinggi dari iklan yang biasa. MPR memberi penakanan pada aspek manajemen dari pemasaran dengan memperlihatkan kesejahteraan nasabah (Saka Abadi, 1994:p.46)
Menurut Thomas L. Harris, pencetus pertama konsep Marketing Public Relations dalam bukunya berjudul The Marketer’s Guide to Public Relations dengan konsepsinya sebagai berikut : “Marketing Public Relations is the process of planning and evaluating programs, that encourage purchase and customer through credible communication of information and impression that identify companies and their products with the needs, concern of customer”.
Marketing Public Relations (MPR) merupakan proses perencanaan dan pengevaluasian program-program yang merangsang pembelian dan kepuasan konsumen melalui komunikasi mengenai informasi yang dapat dipercaya dan melalui kesan-kesan yang menghubungkan perusahaan dan produknya sesuai dengan kebutuhan, keinginan, perhatian dan kepentingan para konsumen. (Ruslan,2002:p.253)
Marketing Public Relations sebagai suatu proses perencanaan, pelakasanaan dan pengevaluasian program-program yang memungkinkan terjadinya pembelian dan pemuasan konsumen melalui komunikasi yang baik mengenai informasi dari perusahaan terhadap citra merek (Brand Image) terhadap suatu produk tertentu. (Saka abadi,1994:p.46).
Definisi menurut Philip kotler mengatakan bahwa : ” Marketing Public Relations works because works it adds value to product through it’s unique ability to lend credibility to product message”
Marketing Public Relations diciptakan untuk menambah atau memberikan nilai bagi produk melalui kemampuan yang unik untuk menunjukkan kredibilitas pesan produk (Ruslan, 2002, p.254).

Peran Marketing Public Relations
Peranan Marketing Public Relations dalam upaya mencapai tujuan utama organisasi menurut Rosady Ruslan :
1. Menumbuhkembangkan kesadaran konsumennya terhadap produk yang tengah diluncurkan itu.
2. Membangun kepercayaan konsumen terhadap citra perusahaan atau manfaat (benefit) atas produk yang ditawarkan / digunakan
3. Mendorong antusiasme (sales force) melalui suatu artikel sponsor (advertorial) tentang kegunaan dan manfaat suatu produk.
4. Menekan biaya promosi iklan komersial, baik di media elektronik maupun media cetak dan sebagainya demi tercapainya efisiensi biaya.
5. Komitmen untuk meningkatkan pelayanan-pelayanan kepada konsumen, termasuk upaya mengatasi keluhan-keluhan (complain handling) dan lain sebagainya demi tercapainya kepuasan pihak pelanggannya.
6. Membantu mengkampanyekan peluncuran produk-produk baru dan sekaligus merencanakan perubahan posisi produk yang lama.
7. Mengkomunikasikan terus menerus melalui media Public Relations (House PR Journal) tentang aktivitas dan program kerja yang berkaitan dengan kepedulian sosial dan lingkungan hidup agar tercapainya publikasi yang positif di mata masyarakat / publik.
8. Membina dan mempertahankan citra perusahaan atau produk barang dan jasa, baik dari segi kuantitas maupun kualitas pelayanan yang diberikan kepada konsumennya.
9. Berupaya secara proaktif dalam menghadapi suatu kejadian negatif yang mungkin akan muncul di masa mendatang . (Ruslan, 2002: p.262).

Marketing Public Relations (MPR) sebagai suatu proses perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasian program-program yang memungkinkan terjadinya pembelian dan pemuasan konsumen (nasabah) melalui komunikasi yang baik mengenai impresi dari perusahaan dan produk-produknya sesuai dengan kebutuhan, keinginan, perhatian dan kesan dari konsumen. Keberadaan MPR di perusahaan dianggap efektif, halini dikarenakan :
1. MPR dianggap mampu dalam membangun brand awareness ( kesadaran akan merek) dan brand knowledge (pengetahuan akan merek).
2. MPR dianggap potensial untuk membangun efektivitas pada area ”increasing category usage” dan “icreasing brand sales”.
3. Dengan adanya MPR dalam beberapa hal dianggap lebih hemat biaya bila dibandingkan dengan perusahaan memasukkan produknya melalui iklan. Lebih cost-effective dari biaya media yang semakin meningkat.

Tujuh cara yang penting untuk menjadi tolak ukur dalam kegiatan Marketing Public Relations menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller (Kotler and Keller, 2006 :p.553)
1. Publications (Publikasi)
Companies rely extensively on published materials to reach and influence their target markets. These include annual reports, brochures, articles, company newsletter and magazines, and audiovisual materials.
Perusahaan mempercayakan perluasan produk berdasarkan dari publikasi materi untuk mempengaruhi dan menarik pembeli yang dituju. Yang termasuk di dalamnya membuat laporan tahunan, brosur, artikel, koran perusahaan, majalah dan materi audiovisual.
2. Identity Media
Companies need a visual identity that the public immediately recognizes. The visual identity is carried by company logos, stationery, brochures, sign, business forms, business cards, buildings, uniforms, and dress code.
Perusahaan perlu membuat identitas yang bisa dikenal oleh masayarakat dengan mudah. Misalnya: logo perusahaan, alat-alat tulis, brosur, tanda, formulir perusahaan, kartu nama, bangunan, seragam dan peraturan pakaian.
3. Events
Companies can draw attention to new products or other company activities by arranging special events like news conferences, seminars, outings, trade show, exhibits, contests and competitions, and anniversaries that will reach the target publics.
Perusahaan bisa menarik perhatian mengenai produk baru ataupun kegiatan perusahaan dengan cara mengadakan acara khusus seperti wawancara, seminar, pameran, kompetisi, kontes dan ulang tahun dari barang itu supaya dapat menjangkau masyarakat luas.
4. News (Berita)
One of the major tasks of PR professionals is to find or create favorable news about the company, its products, and its people, and to get the media to accept press releases and attend press conferences.
Salah satu dari tugas utamanya Public Relations adalah untuk membuat ataupun menemukan acara yang sesuai dengan perusahaan, produknya, orang-orangnya atau pegawainya, dan membuat media tertarik untuk memuat berita press release dan hadir dalam press conference (konferensi pers).
5. Speeches (Pidato)
Increasingly, company executives must field questions from the media or give talks at trade associations or sales meetings, and these appearances can build the company’s image.
Semakin tinggi kebutuhan perusahaan untuk dapat menjawab setiap keperluan masyarakat dengan menjawab pertanyaan dari media atau memberikan pengarahan di asosiasi penjualan dan di meeting yang bertujuan untuk membicarakan soal penjualan dapat membangun citra perusahaan.
6. Public-Service Activities (Berperan serta dalam aktivitas sosial)
Companies can build goodwill by contributing money and time to good causes.
Perusahaan bisa membangun image yang positif dengan cara menyumbang uang atau waktu dalam hal-hal yang positif.
7. Sponsorship (pensponsoran)
Companies can promote their brands and corporate name by sponsoring sports and cultural events and highly regarded causes.
Perusahaan bisa memasarkan barang mereka dengan mensponsori acara olah raga atau acara kebudayaan yang bermanfaat bagi kelangsungan perusahaannya.
More about Konsep Marketing Public Relations (MPR) : Definisi dan Peran Marketing Public Relations

Dampak Pengembangan Obyek Wisata : Dampak Positif dan Negatif

Diposkan oleh Unknown

Suatu tempat wisata tentu memiliki dampak dampak terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini dikatakan oleh Gee (1989) dalam bukunya yang berjudul “The Travel Industry”, mengatakan bahwa “as tourism grows and travelers increases, so does the potential for both positive and negative impacts”. (Gee mengatakan adanya dampak atau pengaruh yang positif maupun negatif karena adanya pengembangan pariwisata dan kunjungan wisatawan yang meningkat). Dampak dampak akibat adanya tempat wisata tentu mempengaruhi ke lingkungan sekitarnya dan menurut Lerner (1977) yang dikutip oleh Allister Mathieson and
Geoffrey Wall (1982) dalam ‘Tourism: Social, Economic, Environment Impacts” siapa saja didalam lingkungan tersebut. Lerner menulis seperti berikut “ Environment now includes not just only land, water and air but also encompass to people, their creation, and the social, economic,and cultural condition that affect their lives. Sehingga yang terkena dampak positif dan negatifnya adalah sesuai yang dikatakan oleh Lerner adalah masyarakat, lingkungan, ekonomi dan sosial.
Masyarakat dalam lingkungan suatu obyek wisata sangatlah penting dalam kehidupan suatu obyek wisata karena mereka memiliki kultur yang dapat menjadi daya tarik wisata, dukungan masyarakat terhadap tempat wisata berupa sarana kebutuhan pokok untuk tempat obyek wisata, tenaga kerja yang memadai dimana pihak pengelola obyek wisata memerlukannya untuk menunjang keberlangsungan hidup obyek wisata dan memuaskan masyarakat yang memerlukan pekerjaan dimana membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik.
Pengembangan suatu obyek wisata yang dilakukan dengan baik akan menghasilkan pendapatan ekonomi yang baik juga untuk komunitas setempat (Joseph D. Fritgen, 1996). Menurut Prof.Ir Kusudianto Hadinoto bahwa suatu tempat wisata yang direncanakan dengan baik, tidak hanya memberikan keuntungan ekonomi yang memperbaiki taraf , kualitas dan pola hidup komunitas setempat, teapi juga peningkatan dan pemeliharaan lingkungan yang lebih baik. Menurut Mill dalam bukunya yang berjudul “The Tourism, International Business” (2000, p.168-169), menyatakan bahwa : “pariwisata dapat memberikan keuntungan bagi wisatawan maupun komunitas tuan rumah dan dapat menaikkan taraf hidup melalui keuntungan secara ekonomi yang dibawa ke kawasan tersebut”.
Bila dilakukan dengan benar dan tepat maka pariwisata dapat memaksimalkan keuntungan dan dapat meminimalkan permasalahan. Penduduk setempat mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya pengembangan obyek wisata, karena penduduk setempat mau tidak mau terlibat langsung dalam aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan kepariwisataan di daerah tersebut, misalnya bertindak sebagai tuan rumah yang ramah, penyelanggara atraksi wisata dan budaya khusus (tarian adat, upacara-upacara agama, ritual, dan lain-lain), produsen cindera mata yang memiliki ke khasan dari obyek tersebut dan turut menjaga keamanan lingkungan sekitar sehingga membuat wisatawan yakin, tenang, aman selama mereka berada di obyek wisata tersebut. Akan tetapi apabila suatu obyek wisata tidak dikembangkan atau ditangani dengan baik atau tidak direncanakan dengan matang, dapat menyebabkan kerusakan baik secara lingkungan maupun dampak-dampak negatif terhadap ekonomi maupun sosial. Menurut Prof Ir Kusudianto Hadinoto (1996) suatu tempat wisata apabila tidak direncanakan dengan baik maka akan menyebabkan kerusakan lingkungan fisik, barang-barang sejarah, dan menimbulkan ketidaksukaan penduduk sekitar terhadap wisatawan maupun obyek wisata tersebut dimana pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi pengelola tempat wisata tersebut. Penulis mengutip pernyataan Coccossis (1996) yang terdapat dalam buku “ Sustainable Tourism Management” karangan Swarbrooke, J (1999) yang tertulis “An important characteristic of interaction between tourism and environment is the existence of strong feedback mechanism : tourism often has adverse effects on quantity and quality of natural and cultural resources”.
Sehingga teori ini memperkuat teori dari Prof Ir Kusudianto Hadinoto tentang hubungan tempat wisata dan lingkungan dimana bila ditangani dengan baik maka akan terjadi peningkatan lingkungan ke arah yang lebih baik tetapi apabila tidak ditangani dengan baik bisa merusak. Berikut adalah dampak-dampak dari pengembangan suatu obyek wisata,
yaitu :
a. Dampak ekonomi
b. Dampak positif pada lingkungan
- Conservation of important natural areas
- Conservation of archeological and historic sites
- Improvement of environment
- Enchantment of the environment
- Improvement of infrastructure
- Increasing environmental awareness
c. Dampak negatif pada lingkungan
- Pollution of environment
- Waste disposal problems
- Damage to archeological and historic pride
d. Dampak positif pada sosial
- Conservation of cultural heritage
- Cross-cultural exchange
- Renewal of cultural pride
e. Dampak negatif pada sosial
- Overcrowding and loss of amenities for residents
- Cultural impacts
- Social problems
Seperti yang tertera di atas bahwa di setiap pengembangan obyek wisata akan mempunyai dampak-dampak. Tetapi pada penelitian ini penulis akan memperdalam dampak ekonomi dan sosial saja, dengan penjelasan di bawah ini :
a. Dampak ekonomi dapat bersifat positif maupun negatif dalam setiap pengembangan obyek wisata. Untuk segi positif dampak ekonomi ini ada yang langsung dan ada juga yang tidak langsung. Dampak positif langsungnya adalah : membuka lapangan pekerjaan yang baru untuk komunitas lokal, baik itu sebagai pegawai bagian kebersihan, kemananan, ataupun yang lainnya yang sesuai dengan kemampuan, skill dari masyarakat sekitar yang bisa dipergunakan oleh pihak PIM, atau dengan berjualan, seperti : makanan, minuman atau voucher hp di sekitar PIM sehingga masyarakat lokal bisa mendapatkan peningkatan taraf hidup yang layak. Selain untuk masyarakat lokal, dampak ekonomi juga akan berpengaruh bagi pemerintah daerah yang akan mendapatkan pendapatan dari pajak. Sedangkan dampak ekonomi yang tidak langsung adalah kemajuan pemikiran akan pengembangan suatu obyek wisata, adanya emansipasi wanita sehingga wanita pun bisa bekerja. Suatu pengembangan obyek wisata apabila diatur, ditata dan dipantau dengan baik tidak akan menghasilkan dampak negatif bagi sektor ekonominya, tetapi apabila tidak dilakukan, diatur, ditata dengan baik maka akan menimbulkan kerugian baik bagi pihak pengembang obyek itu sendiri maupun pihak komunitas lokal daerah setempat.
b. Dampak positif sosial :
- Conservation of Cultural Heritage : adanya perlindungan untuk benda-benda kuno, bangunan sejarah, seni traditional seperti musik, drama, tarian, pakaian, upacara adat. Adanya bantuan untuk perawatan museum, gedung theater, dan untuk dukungan acara-acara festival budaya.
- Renewal of Cultural Pride : dengan adanya pembaharuan kebanggaan budaya maka masyarakat dapat memperbaharui kembali rasa bangga mereka terhadap peninggalan-peninggalan bersejarah ataupun budaya.
- Cross Cultural Exchange : pariwisata dapat menciptakan pertukaran budaya dari wisatawan dengan masyarakat setempat, sehingga membuat para wisatawan mengerti tentang budaya setempat dan mengerti akan nilai-nilai dari tradisi masyarakat setempat begitu pula sebaliknya masyarakat lokal pun bisa tahu tentang budaya dari para wisatawan
tersebut baik yang domestik maupun internasional.

c. Dampak negatif sosial :
- Overcrowding and loss of amenities for residents : setiap pengelola obyek wisata selalu menginginkan tempat wisata untuk menyedot wisatawan baik domestik maupun internasional, tetapi ada hal-hal yang harus diperhitungkan karena apabila suatu obyek wisata terlalu padat, maka bisa menyebabkan hilangnya kenyamanan bagi penduduk setempat dan membuat masyarakat setempat menjadi tidak nyaman dan pada akhirnya akan terbentuk garis batas antara penduduk lokal setempat dengan wisatawan yang terlalu banyak.
- Cultural impacts : karena ingin menyuguhkan sesuatu yang di inginkan wisatawan, tanpa di sadari mereka sudah terlalu mengkomersialkan budaya mereka sehingga tanpa sadar mereka telah mengurangi dan mengubah sesuatu yang khas dari adat mereka atau bahkan mengurangi nilai suatu budaya yang seharusnya bernilai religius. Contoh : upacara
agama yang seharusnya dilakukan dengan khidmat dan khusyuk, tetapi untuk menyuguhkan apa yang diingini oleh wisatawan maka mereka mengkomersialkan upacara tersebut untuk wisatawan sehingga upacara agama yang dulunya khidmat dan khusyuk makin lama makin berkurang. Yang ke 2 adanya kesalahpahaman dalam hal berkomunikasi, budaya, dan nilai agama yang dapat mengakibatkan sebuah konflik.
- Social Problems : adanya percampuran budaya negatif antara wisatawan dengan masyarakat setempat.(Inskeep, 1991)
More about Dampak Pengembangan Obyek Wisata : Dampak Positif dan Negatif

Pengantar Industri Pariwisata : Definisi Kepariwisataan dan Pariwisata, dan Pengembangan Pariwisata

Diposkan oleh Unknown

Industri Pariwisata
Ada beberapa pengertian tentang industri pariwisata, antara lainnya sebagai kumpulan dari macam-macam perusahaan yang secara bersama menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa (goods and service) yang dibutuhkan para wisatawan pada khususnya dan traveler pada umumnya, selama dalam perjalanannya. (Yoeti, 1985, p.9).
Pengertian tentang industri pariwisata yang lainnya adalah suatu susunan organisasi, baik pemerintah maupun swasta yang terkait dalam pengembangan, produksi dan pemasaran produk suatu layanan yang memenuhi kebutuhan dari orang yang sedang bepergian. (Kusudianto, 1996, p.11)

Kepariwisataan dan Pariwisata
Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata (Yoeti, 1997, p.194). Wisata merupakan suatu kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Sedangkan wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. “Tourism is an integrated system and can be viewed in terms of demand and supply. The demand is made up of domestic and international tourist market. The supply is comprised of transportations, tourist attractions and activities, tourist facilities, services and related infrastructure, and information and promotion. Visitors are defined as tourist and the remainder as same-day visitors”.
Pada garis besarnya, definisi tersebut menunjukkan bahwa kepariwisataan memiliki arti keterpaduan yang di satu sisi diperani oleh faktor permintaan dan faktor ketersediaan. Faktor permintaan terkait oleh permintaan pasar wisatawan domestik dan mancanegara. Sedangkan faktor ketersediaan dipengaruhi oleh transportasi, atraksi wisata dan aktifitasnya, fasilitas-fasilitas, pelayanan dan prasarana terkait serta informasi dan promosi.

Pengertian Pariwisata
Menurut definisi yang luas pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu. Suatu perjalanan dianggap sebagai perjalanan wisata bila memenuhi tiga persyaratan yang diperlukan, yaitu : (dikutip dari Ekonomi Pariwisata, hal 21)
a. Harus bersifat sementara
b. Harus bersifat sukarela (voluntary) dalam arti tidak terjadi karena dipaksa.
c. Tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah ataupun bayaran.
Dalam kesimpulannya pariwisata adalah keseluruhan fenomena (gejala) dan hubungan-hubungan yang ditimbulkan oleh perjalanan dan persinggahan manusia di luar tempat tinggalnya. Dengan maksud bukan untuk tinggal menetap dan tidak berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan yang menghasilkan upah. (Sejarah Pariwisata dan Perkembangannya di Indonesia, hal. 3)

Pengembangan Pariwisata
Suatu obyek pariwisata harus memenuhi tiga kriteria agar obyek tersebut diminati pengunjung, yaitu :

a. Something to see adalah obyek wisata tersebut harus mempunyai sesuatu yang bisa di lihat atau di jadikan tontonan oleh pengunjung wisata. Dengan kata lain obyek tersebut harus mempunyai daya tarik khusus yang mampu untuk menyedot minat dari wisatawan untuk berkunjung di obyek tersebut.
b. Something to do adalah agar wisatawan yang melakukan pariwisata di sana bisa melakukan sesuatu yang berguna untuk memberikan perasaan senang, bahagia, relax berupa fasilitas rekreasi baik itu arena bermain ataupun tempat makan, terutama makanan khas dari tempat tersebut sehingga mampu membuat wisatawan lebih betah untuk tinggal di sana.
c. Something to buy adalah fasilitas untuk wisatawan berbelanja yang pada umumnya adalah ciri khas atau icon dari daerah tersebut, sehingga bisa dijadikan sebagai oleh-oleh. (Yoeti, 1985, p.164).
Dalam pengembangan pariwisata perlu ditingkatkan langkah-langkah yang terarah dan terpadu terutama mengenai pendidikan tenaga-tenaga kerja dan perencanaan pengembangan fisik. Kedua hal tersebut hendaknya saling terkait sehingga pengembangan tersebut menjadi realistis dan proporsional.
Agar suatu obyek wisata dapat dijadikan sebagai salah satu obyek wisata yang menarik, maka faktor yang sangat menunjang adalah kelengkapan dari sarana dan prasarana obyek wisata tersebut. Karena sarana dan prasarana juga sangat diperlukan untuk mendukung dari pengembangan obyek wisata. Menurut Yoeti dalam bukunya Pengantar Ilmu Pariwisata (1985, p.181), mengatakan : “Prasarana kepariwisataan adalah semua fasilitas yang memungkinkan agar sarana kepariwisataan dapat hidup dan berkembang sehingga dapat memberikan pelayanan untuk memuaskan kebutuhan wisatawan yang beraneka ragam”.
Prasarana tersebut antara lain :
a. Perhubungan : jalan raya, rel kereta api, pelabuhan udara dan laut, terminal.
b. Instalasi pembangkit listrik dan instalasi air bersih.
c. Sistem telekomunikasi, baik itu telepon, telegraf, radio, televise, kantor pos
d. Pelayanan kesehatan baik itu puskesmas maupun rumah sakit.
e. Pelayanan keamanan baik itu pos satpam penjaga obyek wisata maupun pos-pos polisi untuk menjaga keamanan di sekitar obyek wisata.
f. Pelayanan wistawan baik itu berupa pusat informasi ataupun kantor pemandu wisata.
g. Pom bensin
h. Dan lain-lain. (Yoeti, 1984, p.183)
Sarana kepariwisataan adalah perusahaan-perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan, baik secara langsung maupun tidak langsung dan hidup serta kehidupannya tergantung pada kedatangan wisatawan (Yoeti, 1984, p.184)
Sarana kepariwisataan tersebut adalah :
a. Perusahaan akomodasi : hotel, losmen, bungalow.
b. Perusahaan transportasi : pengangkutan udara, laut atau kereta api dan bus-bus
yang melayani khusus pariwisata saja.
c. Rumah makan, restaurant, depot atau warung-warung yang berada di sekitar obyek wisata dan memang mencari mata pencaharian berdasarkan pengunjung dari obyek wisata tersebut.
d. Toko-toko penjual cinderamata khas dari obyek wisata tersebut yang notabene mendapat penghasilan hanya dari penjualan barang-barang cinderamata khas obyek tersebut.
e. Dan lain-lain. (Yoeti, 1985, p.185-186)
Dalam pengembangan sebuah obyek wisata sarana dan prasarana tersebut harus dilaksanakan sebaik mungkin karena apabila suatu obyek wisata dapat membuat wisatawan untuk berkunjung dan betah untuk melakukan wisata disana maka akan menyedot banyak pengunjung yang kelak akan berguna juga untuk peningkatan ekonomi baik untuk komunitas di sekitar obyek wisata tersebut maupun pemerintah daerah.
More about Pengantar Industri Pariwisata : Definisi Kepariwisataan dan Pariwisata, dan Pengembangan Pariwisata

Theory of Work Adjustment untuk mengukur Kepuasan Kerja Karyawan.

Diposkan oleh Unknown

Sebuah kelompok psikolog Universitas Minnesota pada akhir tahun 1950-an, membuat suatu program riset yang berhubungan dengan problem umum inengenai penyesuaian kerja. Program ini mengembangkan sebuah kerangka konseptual yang diberi nama Theory of Work Adjustment (Wayne & Cascio, 1990, 277). Theory of Work Adjustment ini berdasarkan pada hubungan antara individu dengan lingkungan kerjanya. Hubungan tersebut dimulai ketika individu memperhatikan kemampuan atau keahlian yang memungkinkan untuk memberikan tanggapan terhadap kebutuhan kerja dari suatu lingkungan kerja. Dari pihak lain, lingkungan kerja menyediakan pendorong atau penghargaan tersebut seperti gaji, status, hubungan pribadi, dan lain-lain dalam hubungannya dengan kebutuhan individu. Jika individu memenuhi persyaratan kerja, maka karyawan akan di anggap sebagai pekerja-pekerja yang memuaskan dan diperkenankan untuk tetap bekerja didalam badan usaha. Di lain pihak, jika kebutuhan kerja memenuhi kebutuhan individu atau dianggap sebagai pekerja-pekerja yang puas. Kebutuhan kerja, pekerja lndividu berharap untuk dievaluasi oleh penyelia sebagai pekerja yang memuaskan ketika kemampuan dan keahlian individu memenuhi kebutuhan kerja dari individu, mereka diharapkan untuk menjadi pekerja yang puas. Seorang karyawan yang puas dan memuaskan diharapkan untuk melaksanakan pekerjaannya. Jika kemampuan dan persyaratan kerja tidak seimbang maka pengunduran diri, tingkat pergantian, pemecatan dan penurunan jabatan dapat terjadi. Model Theory of Work Adjustment mengukur 20 dimensi yang menjelaskan 20 kebutuhan elemen/kondisi penguat spesifik yang penting dalam menciptakan kepuasan kerja. Dimensi-dimensi tersebut dijelaskan sebagai berikut :
a. Ability Utilization adalah pemanfaatan kecakapan yang dimiliki oleh karyawan.
b. Achievement adalah prestasi yang dicapai selama bekerja.
c. Activity adalah segala macam bentuk aktivitas yang dilakukan dalam bekerja.
d. Advancement adalah kemajuan atau perkembangan yang dicapai selama bekerja.
e. Authority adalah wewenang yang dimiliki dalam melakukan pekerjaan.
f. Company Policies and Practices adalah kebijakan yang dilakukan adil bagi karyawan.
g. Compensation adalah segala macam bentuk kompensasi yang diberikan kepada para karyawan.
h. Co-workers adalah rekan sekerja yang terlibat langsung dalam pekerjaan.
i. Creativity adalah kreatifitas yang dapat dilakukan dalam melakukan pekerjaan.
j. Independence adalah kemandirian yang dimiliki karyawan dalam bekerja.
k. Moral values adalah nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan dalam melakukan pekerjaannya seperti rasa bersalah atau terpaksa.
l. Recognition adalah pengakuan atas pekerjaan yang dilakukan.
m.Responsibility, tanggung jawab yang diemban dan dimiliki.
n. Security, rasa aman yang dirasakan karyawan terhadap lingkungan kerjanya.
o. Social Service adalah perasaan sosial karyawan terhadap lingkungan kerjanya.
p. Social Status adalah derajat sosial dan harga diri yang dirasakan akibat dari pekerjaan.
q. Supervision-Human Relations adalah dukungan yang diberikan oleh badan usaha terhadap pekerjanya.
r. Supervision-Technical adalah bimbingan dan bantuan teknis yang diberikan atasan kepada karyawan.
s. Variety adalah variasi yang dapat dilakukan karyawan dalam melakukan pekerjaannya.
t. Working Conditions, keadaan tempat kerja dimana karyawan melakukan pekerjaannya.
Hipotesis pokok dart Theory of Work Adjustment adalah bahwa kepuasan kerja merupakan fungsi dari hubungan antara sistem pendorong dari lingkungan kerja dengan kebutuhan individu.
More about Theory of Work Adjustment untuk mengukur Kepuasan Kerja Karyawan.

Keadilan dan Kelayakan Kompensasi serta Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sistem Kompensasi

Diposkan oleh Unknown

Pengertian Kelayakan Kompensasi
Sistem kompensasi dibuat dan diatur untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu (Newman & Milkovich, 2004 : 7). Tujuan-tujuan tersebut meliputi efisiensi (efficiency), keadilan (equity) dan kelayakan (compliance) sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan efisiensi secara spesifik meliputi peningkatan produktivitas dan pengendalian biaya tenaga kerja. Kelayakan, sebagai sebuah tujuan, terkait dengan penerapan semua hukum dan peraturan perundang-undangan tentang kompensasi. Bila kemudian hukum dan peraturan perundang-undangan tersebut berubah, maka dengan sendirinya sistem kompensasi perlu disesuaikan juga, sehingga tujuan kelayakan dapat terus berjalan.

Pengertian Keadilan Kompensasi

Keadilan adalah suatu fundamental dari sistem kompensasi (Newman & Milkovich, 2004 : 8). Pernyataan seperti “perlakuan yang adil untuk semua pegawai” merefleksikan sebuah perhatian terhadap keadilan. Tujuan keadilan berusaha untuk menjamin keadilan kompensasi untuk semua individu dalam hubungan ketenagakerjaan. Tujuan keadilan fokus kepada pembuatan sistem kompensasi yang mengenali baik kontribusi pekerja (semakin tinggi kinerja atau pengalaman atau training maka semakin tinggi pula kompensasi yang diberikan) dan kebutuhan pekerja (memberikan upah minimum, atau asuransi kesehatan).
Menurut Simamora (2004 : 449), keadilan kompensasi terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Keadilan Eksternal
Tarif upah yang pantas dengan gaji yang berlaku untuk pekerjaan-pekerjaan yang serupa di pasar tenaga kerja eksternal. Keadilan eksternal dinilai dengan membandingkan pekerjaan yang serupa di antara organisasi-organisasi yang terbandingkan. Dua kondisi harus dipenuhi:
(1). pekerjaan yang sedang diperbandingkan haruslah sama atau hampir sama, dan (2). organisasi yang disurvai harus serupa ukuran, misi, dan sektornya.

2. Keadilan Internal
Tingkat gaji yang pantas/patut dengan nilai pekerjaan internal bagi perusahaan. Keadilan internal merupakan fungsi dari status relatif sebuah pekerjaan di dalam organisasi, nilai ekonomi hasil pekerjaan, atau status sosial sebuah pekerjaan, seperti kekuasaan, pengaruh, dan statusnya di dalam hierarki organisasi. Keadilan internal berhubungan dengan kemajemukan gaji di antara pekerjaan-pekerjaan yang berbeda di dalam sebuah organisasi.

3. Keadilan Individu
Individu pekerja merasa bahwa dia diperlakukan secara wajar dibandingkan dengan rekan kerjanya. Ketika seorang pekerja menerima kompensasi dari perusahaan, persepsi keadilan dipengaruhi oleh dua faktor: (1) rasio kompensasi terhadap masukan upaya, pendidikan,

pelatihan, ketahanan akan kondisi kerja yang merugikan dari seseorang; (2) perbandingan rasio ini dengan rasio pekerja lain yang dengannya terjadi kontak langsung.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sistem Kompensasi
Menurut Simamora (2003 : 438), sistem pemberian kompensasi oleh organisasi kepada pekerjanya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor ini merupakan tantangan setiap organisasi untuk menentukan kebijaksanaan kompensasi untuk pekerjanya. Faktor faktor tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Produktivitas
Organisasi apa pun berkeinginan untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan ini dapat berupa material, maupun keuntungan non material. Untuk itu maka organisasi harus mempertimbangkan produktivitas pekerjaanya dalam kontribusinya terhadap keuntungan
organisasi tersebut. Dari itu organisasi tidak akan membayar atau memberikan kompensasi melebihi kontribusi kepada organisasi melalui produktivitas mereka.
2. Kemampuan untuk membayar
Pemberian kompensasi akan tergantung kepada kemampuan organisasi itu untuk membayar. Organisasi apa pun tidak akan membayar pekerjanya sebagai kompensasi, melebihi kemampuannya. Sebab kalau tidak, organisasi itu akan gulung tikar.
3. Kesediaan untuk membayar
Kesediaan untuk membayar akan berpengaruh terhadap kebijaksanaan pemberian kompensasi kepada pekerjanya. Banyak organisasi yang mampu memberikan kompensasi yang tinggi, tetapi belum tentu mereka mau atau bersedia untuk memberikan kompensasi yang memadai.
4. Penawaran dan permintaan tenaga kerja
Banyak sedikitnya tenaga kerja di pasaran kerja akan mempengaruhi sistem pemberian kompensasi. Bagi pekerja yang kemampuannya sangat banyak terdapat di pasaran kerja, mereka akan diberikan kompensasi lebih rendah daripada pekerja yang kemampuannya langka di pasaran kerja.
5. Serikat Pekerja
Dengan adanya organisasi-organisasi pekerja akan mempengaruhi kebijakan pemberian kompensasi. Organisasi pekerja ini biasanya memperjuangkan para anggotanya untuk memperoleh kompensasi yang sepadan. Apabila ada organisasi yang memberikan kompensasi yang tidak sepadan, maka organisasi pekerja ini akan menuntut.
6. Berbagai peraturan dan perundang-undangan
Dengan semakin baik sistem pemerintahan, maka makin baik pula sistem perundang-undangan, termasuk di bidang perburuhan (pekerja). Berbagai peraturan dan perundangan ini jelas akan mempengaruhi sistem pemberian kompensasi pekerja oleh setiap organisasi, baik pemerintah maupun swasta.
More about Keadilan dan Kelayakan Kompensasi serta Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sistem Kompensasi

Teori Keterlibatan Kerja Karyawan atau Job Involvement : Definisi, dan faktor Keterlibatan Kerja Karyawan

Diposkan oleh Unknown

Pengertian Keterlibatan Kerja
Sumber daya manusia sangat penting peranannya dalam suatu perusahaan maka kita perlu tahu keterlibatan kerja karyawannya atau job involvement. Belum ada kesepakatan yang lengkap mengenai apa yang diartikan dengan istilah keterlibatan kerja ini.
Keterlibatan kerja mempunyai definisi yaitu derajat dimana orang dikenal dari pekerjaannya, berpartisipasi aktif didalamnya, dan menganggap prestasinya penting untuk harga diri (Robbins, 2003:91).
Karyawan dengan tingkat keterlibatan kerja yang tinggi dengan kuat memihak pada jenis kerja yang dilakukan dan benar-benar peduli dengan jenis kerja itu, misalnya karyawan menyumbangkan ide untuk kemajuan pekerjaan, dengan senang hati memenuhi peraturan - peraturan perusahaan dan mendukung kebijakan perusahaan, dan lain - lain. Sebaliknya karyawan yang kurang senang terlibat dengan pekerjaannya adalah karyawan yang kurang memihak kepada perusahaan dan karyawan yang demikian cenderung hanya bekerja secara rutinitas.

Teori Keterlibatan Kerja
Dalam suatu perusahaan ataupun suatu organisasi keterlibatan kerja karyawan sangat berperan besar. Ada beberapa teori dari berbagai sumber yang dapat menjelaskan apa yang dimaksud dengan keterlibatan kerja The degree to which a person a identifies psychologically with his or here work and the importance of work to one’s self image (Brown, 1996). Yaitu dimana seorang karyawan dikatakan terlibat dalam pekerjaannya apabila karyawan tersebut dapat mengidentifikasikan diri secara psikologis dengan pekerjaannya, dan menganggap kinerjanya penting untuk dirinya, selain untuk organisasi Beberapa studi yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana keterlibatan kerja dapat timbul pada para pekerja, yang akhirnya menghasilkan dua sudut pandang yang dianggap menyebabkan timbulnya keterlibatan kerja yang pertama adalah ( The first : job involvement is occur when the possession of certain needs, value, or personal characteristics individuals to become more or less involved in their jobs) keterlibatan kerja akan terbentuk karena keinginan dari pekerja akan kebutuhan tertentu, nilai atau karakteristik tertentu yang diperoleh dari pekerjaannya sehingga akan membuat pekerja tersebut lebih terlibat atau malah tidak terlibat pada pekerjaannya. Yang kedua adalah ( The second: job involvement as a response to specific works situation characteristics. In other words certain types of job or characteristics of the work situation influence the degree to which an individual becomed involved in his jobs ) keterlibatan kerja itu timbul sebagai respon terhadap suatu pekerjaan atau situasi tertentu dalam lingkungan kerja. Dengan lain kata suatu jenis pekerjaan atau situasi dalam lingkungan kerja akan mempengaruhi orang tersebut makin terlibat atau tidak dalam pekerjaannya.
Karyawan dalam keterlibatan yang tinggi dengan kuat memihak pada jenis kerja yang dilakukan dan benar-benar peduli dengan jenis kerja itu (Robbins, 2003:91). Teori yang mendasari adalah bahwa dengan mengetahui keterlibatan kerja karyawannya dengan demikian maka para karyawan akan menjadi lebih termotivasi, lebih berkomitmen terhadap organisasi ataupun perusahaan, lebih produktif, dan lebih puas dengan pekerjaan mereka.

Faktor - faktor Keterlibatan Kerja

Faktor-faktor keterlibatan kerja dilihat dari sejauh mana seorang karyawan ikut berpartisipasi dengan seluruh kemampuannya dalam membuat peningkatan kesuksesan suatu organisasi atau perusahaan. Ada beberapa faktor yang dapat dipakai untuk melihat keterlibatan kerja seorang karyawan, dimana faktor - faktor ini telah banyak digunakan para ahli untuk studi - studi keterlibatan kerja yaitu :

1. Aktif berpartisipasi dalam pekerjaannya.
Aktif berpartisipasi dalam pekerjaan dapat menunjukkan seorang pekerja terlibat dalam pekerjaan / job involvementnya (Allport, 1943:60). Aktif partisipasi adalah perhatian seseorang terhadap sesuatu. Dari tingkat atensi inilah maka dapat diketahui seberapa seorang karyawan perhatian, peduli dan menguasai bidang yang menjadi bagiannya.

2. Menunjukkan pekerjaannya sebagai yang utama.
Faktor view it as a central life interest pada karyawan dapat mewakili tingkat keterlibatan kerjanya.(Dubin, 1966:131). Apabila karyawan tersebut merasa bahwa pekerjaanya adalah hal yang utama. Seorang karyawan yang mengutamakan pekerjaannya akan selalu berusaha yang terbaik untuk pekerjaannya dan mengganggap pekerjaannya sebagai pusat yang menarik dalam hidup dan yang pantas untuk diutamakan.

3. Melihat pekerjaannya sebagai sesuatu yang penting bagi harga diri.
Keterlibatan kerja dapat dilihat dari sikap seorang pekerja dalam pikiran mengenai pekerjaannya, dimana seorang karyawan menganggap pekerjaan itu penting bagi harga dirinya (Gurin, Veroff and Feld, 1960). Harga diri merupakan perpaduan antara kepercayaan diri dan penghormatan diri, mempunyai harga diri yang kuat artinya merasa cocok dengan kehidupan dan penuh keyakinan, yaitu mempunyai kompetensi dan sanggup mengatasi masalah - masalah kehidupan (Wahyurini,Ma'shum,2004). Harga diri adalah rasa suka dan tidak suka akan dirinya.(Robins, 2003:128). Apabila pekerjaan tersebut dirasa berarti dan sangat berharga baik secara materi dan psikologis bagi pekerja tersebut maka pekerja tersebut akan menghargai dan akan melakukan pekerjaannya sebaik mungkin
sehingga keterlibatan kerja dapat tercapai, dan karyawan tersebut merasa bahwa pekerjaan mereka penting bagi harga dirinya.
More about Teori Keterlibatan Kerja Karyawan atau Job Involvement : Definisi, dan faktor Keterlibatan Kerja Karyawan

Proses Seleksi Dalam Departemen SDM : Definisi, Tujuan dan Faktor Yang Dipertimbangkan Dalam Proses Seleksi

Diposkan oleh Unknown

Proses seleksi calon karyawan merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam Manajemen Sumber Daya Manusia, karena pelaksanan proses seleksi ini akan menimbulkan dampak bagi pencapaian tujuan organisasi. Proses ini tentu tidak bisa dilepaskan dari Job Specifications dan Job Qualifications.

Definisi Seleksi SDM :
Menurut Handoko(1985:61) pengertian seleksi adalah serangkaian langkah kegiatan yang digunakan untuk memutuskan apakah pelamar diterima atau tidak.
Menurut Gomes (1995: 1 17) pengertian seleksi adalah serangkaian langkah kegiatan yang dilaksanakan untuk memutuskan apakah seorang pelamar diterimaditolak, tetap/tidaknya seorang pekerja ditempatkan pada posisi - posisi tertentu yang ada di dalam organisasi.
Proses seleksi merupakan salah satu fungsi terpenting dalam manajemen sumber daya manusia, karena tersedia/tidaknya pekerja dalam jumlah dan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, diterima / tidaknya pelamar yang telah lulus proses rekrutmen, tepat/tidaknya penempatan seorang pekerja pada posisi tertentu, sangat ditentukan oleh fungsi seleksi dan penempatan ini. Jika fungsi ini tidak dilaksanakan dengan baik maka dengan sendirinya akan berakibat fatal terhadap pencapaian tujuan - tujuan organisasi.

Tujuan Proses Seleksi
Menurut Nitisemito (1 996:36) tujuan dilaksanakan proses seleksi adalah untuk mendapatkan "The Right Man In The Right Place". Didalam proses seleksi perusahaan harus mendapatkan tenaga kerja yang tepat di dalam posisi yang tepat pula. Untuk keperluan tersebut perusahaan harus menetapkan faktor - faktor yang perlu diseleksi, serta menentukan proses seleksi yang dapat dilaksanakan secara maksimal Efektivitas fungsi seleksi dan penempatan sangat ditentukan oleh beberapa syarat penting, dan bahkan tergantung pada informasi - informasi yang diperoleh dari syarat - syarat tersebut. Syarat - syarat menurut Nitisemito (1996:37) adalah :
  1. Informasi analisis jabatan, yang memberikan diskripsi jabatan, spesifikasi jabatan dan standar - standar prestasi yang disyaratkan setiap jabatan.
  2. Rencana - rencana sumber daya manusia, yang memberikan informasi kepada manajer tentang tersedia / tidaknya lowongan pekerjaan dalam organisasi.
  3. Keberhasilan fungsi rekrutmen, yang akan menjamin manajer bahwa tersedia sekelompok orang yang akan dipilih.

Faktor - faktor yang harus diperhatikan dalam proses penyeleksian SDM :
Menurut Nitisemo (1996:38), faktor - faktor yang mempengaruhi proses seleksi adalah sebagai berikut:
1. Umur : Usia seseorang sangat mempengaruhi disiplin, tanggung jawab, pengalaman, kondisi fisik, kesetiaan. Pada karyawan yang masih muda, pada umumnya mereka kurang disiplin, tanggung jawab, pengalaman, dan kesetiaan, akan tetapi mereka memiliki kondisi fisik yang bagus. Sedangkan karyawan yang sudah agak tua memiliki disiplin, tanggung jawab, pengalaman dan kesetiaan yang lebih besar, tetapi kondisi fisik yang sudah mulai menurun.
2. Jenis kelamin : jenis kelamin mempengaruhi tugas-tugas yang dibebankan pada seorang karyawan, karyawan wanita diberi tugas yang kurang mengandalkan kemampuan fisik, bila dibandingkan dengan karyawan laki-laki. Ada tugas - tugas tertentu yang hasilnya akan lebih baik jika dikerjakan oleh karyawan wanita jika dibandingkan dengan hasih pekerjaan karyawan laki - laki dan sebaliknya.
3. Kesehatan : kesehatan dibagi menjadi dua bagian yaitu : kesehatan dalam arti umum artinya seorang karyawan tidak mempunyai penyakit yang berbahaya dan dapat menular pada karyawan lain. Sedangkan kesehatan dalam arti khusus artinya seorang karyawan dapat menurun produktivitas kerjanya karena kesehatan dalam arti khususnya terganggu misalnya : seorang pilot harus tidak berkacamata.
4. Tubuh : meliputi tinggi badan, berat badan, roman muka, bau badan, potongan rambut, cara berjalan dan lain sebagainya. Hal-ha1 tersebut diatas sangat berpengaruh dalam produktifitas karyawan, dan harus diseleksi dengan ketat, misalnya seorang karyawan hotel harus tidak punya bau badan, potongan rambut harus rapi, gaya tubuh harus professional.
Menurut Robbins (200 1 :49), faktor - faktor yang mempengaruhi proses penyeleksian antara lain sebagai berikut:

1. Kemampuan fisik
Merupakan kemampuan yang diperlukan untuk melakukan
tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan serupa. Berikut ini adalah sembilan kemampuan fisik dasar :
  • Kekuatan dinamis : kemampuan untuk mengenakan kekuatan otot secara berulang-ulang atau berkesinambungan sepanjang suatu kurun waktu.
  • Kekuatan tubuh : kemampuan mengenakan kekuatan otot dengan menggunakan otot-otot tubuh ( terutama perut ).
  • Kekuatan statis : kemampuan mengenakan kekuatan terhadap obyek luar.
  • Kekuatan eksplosif : kemampuan menghabiskan suatu maksimum energi ledakan dalam satu atau sederetan tindakan.
  • Keluwesan extent : kemampuan menggerakkan otot tubuh dan meregang punggung sejauh mungkin.
  • Keluwesan dinamis : kemampuan melakukan gerakan cepat.
  • Koordinasi tubuh : kemampuan mengkoordinasikan tindakan-tindakan serentak dari bagian-bagian tubuh yang berlainan.
  • Keseimbangan : kemampuan mempertahankan keseimbangan meskipun ada kekuatan-kekuatan yang mengganggu keseimbangan itu.
  • Stamina : kemampuan melanjutkan upaya maksimum yang menuntut upaya yang diperpanjang sepanjang suatu kurun waktu.
2. Kepribadian
Masih menurut Robbins (200 1 :53), kepribadian adalah total jumlah dari cara-cara di mana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. Ini paling sering digambarkan dalam bentuk sifat-sifat yang dapat diukur yang diperlihatkan oleh seseorang. Lima faktor kepribadian :
  • Kepekaan Sosial : suatu dimensi kepribadian yang menggambarkan seseorang yang senang bergaul, banyak bicara, dan tegas.
  • Mampu bersepakat : suatu dimensi kepribadian yang menggambarkan seseorang yang baik hati kooperatif dan mempercayai.
  • Mendengarkan kata hati : suatu dimensi kepribadian yang menggambarkan seseorang yang bertanggung jawab, dapat diandalkan, tekun dan berorientasi-prestasi, disiplin, jujur.
  • Kemantapan emosional : suatu dimensi kepribadian yang menampung kemampuan seseorang untuk menahan stres. Orang dengan kemantapan emosional positif cenderung berciri tenang, bergairah dan aman. Mereka dengan skor negatif yang tinggi cenderung gelisah, tertekan, dan tidak aman.
  • Keterbukaan dalam pengalaman : suatu dimensi kepribadian yang mencirikan seseorang yang imaj inatif, benar-benar sensitif, dan intelektual.
3. Kemampuan Intelektual
Menurut Robbins (200 1 :46) kemampuan intelektual adalah kemampuan yang di perlukan untuk menjalankan kegiatan mental. Tes kualitas intelektual (IQ), misalnya, dirancang untuk memastikan kemampuan intelektual umum seseorang. Tujuh dimensi yang paling sering membentuk kemampuan intelektual adalah Kecerdasan numeric, Pemahaman verbal, Kecepatan perseptual, Penalaran induktif, Penalaran deduktif, Visualisasi ruang dan Ingatan.
More about Proses Seleksi Dalam Departemen SDM : Definisi, Tujuan dan Faktor Yang Dipertimbangkan Dalam Proses Seleksi

Mice (Meeting Incentive Converence Exhibition) : Definisi, Bentuk dan Faktor yang Dipertimbangkan Dalam Pelaksanaan Mice

Diposkan oleh Unknown

Pengertian MICE :
Menurut Pendit (1999:25), Mice diartikan sebagai wisata konvensi, dengan batasan : usaha jasa konvensi, perjalanan insentif, dan pameran merupakan usaha dengan kegiatan memberi jasa pelayanan bagi suatu pertemuan sekelompok orang (negarawan, usahawan, cendikiawan dsb) untuk membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan bersama.
Sedangkan menurut Kesrul (2004:3), Mice sebagai suatu kegiatan kepariwisataan yang aktifitasnya merupakan perpaduan antara leisure dan business, biasanya melibatkan sekelompok orang secara bersama-sama, rangkaian kegiatannya dalam bentuk meetings, incentive travels, conventions, congresses, conference dan exhibition.

Bentuk Mice :
1. Meeting
Meeting adalah istilah bahasa inggris yang berarti rapat, pertemuan atau persidangan. Meeting merupakan suatu kegiatan yang termasuk di dalam MICE.
Menurut Kesrul (2004:8), Meeting Suatu pertemuan atau persidangan yang diselenggarakan oleh kelompok orang yang tergabung dalam asosiasi, perkumpulan atau perserikatan dengan tujuan mengembangkan profesionalisme, peningkatan sumber daya manusia, menggalang kerja sama anggota dan pengurus, menyebarluaskan informasi terbaru, publikasi, hubungan kemasyarakatan.
Menurut Kesrul (2004:3), “Meeting adalah suatu kegiatan kepariwisataan yang aktifitasnya merupakan perpaduan antara leisure dan business, biasanya melibatkan orang secara bersama-sama”.
2. Incentive
Undang-undang No.9 tahun 1990 yang dikutip oleh Pendit (1999:27), Menjelaskan bahwa perjalanan insentive merupakan suatu kegiatan perjalanan yang diselenggarakan oleh suatu perusahaan untuk para karyawan dan mitra usaha sebagai imbalan penghargaan atas prestasi mereka dalam kaitan penyelenggaraan konvensi yang membahas perkembangan kegiatan perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Kesrul (2004:18), bahwa insentive merupakan hadiah atau penghargaan yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada karyawan, klien, atau konsumen. Bentuknya bisa berupa uang, paket wisata atau barang.
Menurut Any Noor (2007:5) yang dikutip dari SITE 1998 dalam Rogers 2003, juga memberikan definisi mengenai incentive adalah incentive travel is a global management tool that uses an exceptional travel experience to motivate and/or recognize participants for increased levels of performance in support of the organizational goals.
3. Conference
Menurut (Pendit,1999:29), Istilah conference diterjemahkan dengan konferensi dalam bahasa Indonesia yang mengandung pengertian sama.
Dalam prakteknya, arti meeting sama saja dengan conference, maka secara teknis akronim mice sesungguhnya adalah istilah yang memudahkan orang mengingatnya bahwa kegiatan-kegiatan yang dimaksud sebagai perencanaan, pelaksanaan dan penyelenggaraan sebuah meeting, incentive, conference dan exhibition hakekatnya merupakan sarana yang sekaligus adalah produk paket-paket wisata yang siap dipasarkan. Kegiatan-kegiatan ini dalam industri pariwisata dikelompokkan dalam sati kategori, yaitu mice.
Menurut Kesrul, (2004 :7), Conference atau konferensi adalah suatu pertemuan yang diselenggarakan terutama mengenai bentuk-bentuk tata karena, adat atau kebiasaan yang berdasarkan mufakat umum, dua perjanjian antara negara-negara para penguasa pemerintahan atau perjanjian international mengenai topik tawanan perang dan sebagainya.
4. Exhibition
Exhibition berarti pameran, dalam kaitannya dengan industri pariwisata, pameran termasuk dalam bisnis wisata konvensi. Hal ini diatur dalam Surat Keputusan Menparpostel RI Nomor KM. 108 / HM. 703 / MPPT-91, Bab I, Pasal 1c, yang dikutip oleh Pendit (1999:34) yang berbunyi “ Pameran merupakan suatu kegiatan untuk menyebar luaskan informasi dan promosi yang ada hubungannya dengan penyelenggaraan konvensi atau yang ada kaitannya dengan pariwisata
Menurut Kesrul (2004:16), exhibition adalah ajang pertemuan yang dihadiri secara bersama-sama yang diadakan di suatu ruang pertemuan atau ruang pameran hotel, dimana sekelompok produsen atau pembeli lainnya dalam suatu pameran dengan segmentasi pasar yang berbeda.

Pertimbangan pelaksanaan Mice
Menurut Kesrul (2004:9), dalam penyelenggara kegiatan MICE, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:

1. Penetapan lokasi dan ruang MICE
a. Dalam penentuan terjadi 2 kemungkinan sebagai berikut :
- Pihak klien yang menetapkan dan mengkonfirmasikan lokasi tempat penyelenggaraannya. Pihak perencana tidak meneruskan proses lebih lanjut.
- Perencana mutlak menentukan lokasi dan tempat pertemuan, misalnya menyelenggarakan suatu seminar atau workshop atau konferensi.
b. Pertimbangan tempat penyelenggara secara geografis dengan spread of the person attending : terlalu jauh dari tempat peserta, kecuali khususnya seperti no.1b, peserta yang memerlukan sekali seminar dan konferensi tersebut.
c. Pertimbangan dalam menentukan kondisi sekitar lokasi dimana pertemuan akan digelar.

2. Perlengkapan fasilitas MICE
Menurut Kesrul (2004:90) Perlengkapan fasilitas dan pelayanan kesekretariatan dari pertemuan atau konferensi amat beragam sehingga tidak ada standar yang berlaku umum.Dalam menentukan perlengkapan suatu pertemuan perlu memahami dengan seksama beberapa hal berikut :
- Jenis pertemuan dan lamanya
- Jumlah peserta
- Jumlah ruangan yang dibutuhkan
- Jenis dan jumlah equipment yang diperlukan
- Bentuk pengaturan tempat duduk
- Akomodasi peserta mice

3. Penanganan transportasi
Meeting planer atau PCO bertanggung jawab dalam pengaturan transportasi bagi keseluruhan peserta MICE. Menurut Kesrul (2004:104), ada enam point dalam pengaturan transportasi yaitu :
- Transprtasi udara
- Airport shuttle service
- Multiple property shuttle
- VIP transportation
- Local tour
- Staff transportation.

4. Pelayanan makanan dan minuman
Menurut Kesrul (2004:113), Mengemukakan bahwa agar acara pertemuan atau konferensi berjalan dengan lancar dan mengurangi complaint makanan dan minuman. Seorang meeting manager perlu memeriksa lokasi dan penempatan reguler food and beverage, room service and banquet capabilities. Evaluasi kualitas makanan dan minuman meliputi appearance and attractiveness, cleanliness, dan jenis serta variasi makanan dan minuman pada saat ramai (peak hours) untuk mengetahui ketersediaan stok pelayanan dan keterampilan. Termasuk harga yang sesuai dengan penawaran, di samping itu apakah perlu melakukan pemesanan terlebih dahulu. Apakah restaurant tersebut melayani permintaan khusus atau tambahan menyangkut lay out dan jenis makanan dan minuman.

5. Akomodasi
Berikut ini daftar penanganan akomodasi yang harus di cek:
- Akomodasi sesuai harapan peserta
- Penginapan : Jumlah kamar, tipe kamar dan tempat tidur
- Kamar gratis untuk panitia atau komite : jumlah, tipe, dan fasilitas yang harus dibayar
- Kamar khusus untuk organisasi dan tamu resmi : jumlah, tipe, dan harga
More about Mice (Meeting Incentive Converence Exhibition) : Definisi, Bentuk dan Faktor yang Dipertimbangkan Dalam Pelaksanaan Mice

Asuransi (insurance, assurance) : Definisi dan Jenisnya

Diposkan oleh Unknown

Pcngertian Asuransi
Di Indonesia, untuk istilah asuransi sering digunakan istilah pertanggungan, kedua istilah ini tampaknya mengikuti istilah dalam bahasa Belanda, Yaitu assurantie (asuransi) dan verzekering (pertanggungan). Memang asuransi di lndonesia bermula dari negeri Belanda. Di Inggris digunakan istilah insurance dan assurance yang mempunyai pengertian yang sama. Istilah insurance digunakan untuk asuransi kerugian sedangkan istilah uuurance digunakan untuk asuransi jiwa.

Berdasarkan Radiks Purba, pengertian asuransi ditinjau dari paham ekonomi adalah Asuransi merupakan suatu lembaga keuangan sebab melalui asuransi dapat di himpun dana yang besar, yang dapat untuk membiayai pembangunan disamping bermanfaat bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam bisnis asuransi, karena sesungguhnya asuransi bertujuan untuk memberikan perlindungan (proteksi) atas kerugian keuangan (financial loss) yang ditimbulkan oleh peristiwa tidak terduga sebelumnya. (1992:40).
Menurut pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), Asuransi mempunyai pengertian sebagai berikut : Asuransi atau pertanggungan adalah suafu persetujuan, dimana penanggung kerugian diri kepada tertanggung, dengan mendapat premi, untuk mengganti kerugian karena kehilangan kerugian atau tidak diperolehnya suatu keuntungan yang diharapkan, yang dapat diderita karena peristiwa yang tidak diketahui lebih dahulu.

Definisi Asuransi menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 : “Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Macam- Macam Asuransi
Asuransi dibedakan menjadi beberapa macam antara lain :
Dua cabang utama dari asuransi pengangkutan,Yaitu :
1. Asuransi Pengangkutan Laut.
2. Asuransi Pengangkutan Darat.

Asuransi kebakaran adalah asuransi yang tujuannya melindungi dari bahaya kebakaran.
Asuransi Kredit, Jenis-jenis dalam asuransi kredit, Yaitu :
l. Asuransi Piutang Dagang.
2. Asuransi Deposito.
3. Asuransi Kredit Pinjaman.
4. Asuransi Obligasi.
5. Asuransi Garansi bisnis Internasional.
6. Asuransi Kredit Barang Dagang dalam Negeri.
Asuransi Kesehatan, Tujuan asuransi kesehatan adalah membayar biaya Rumah sakit biaya
pengobatan dan mengsanti kerugian tertanggung atas hilangnya pendapatannya karena cedera akibat kecelakaan atau penyakit.

Asuransi Sosial adalah alat untuk menghimpun resiko dengan memindahkannya pada organisasi yang biasanya adalah organisasi pemerintah, yang diharuskan oleh undang-undang untuk memberikan manfaat keuangan atau pelayanan kepada atau atas nama orang-orang yang diasuransikan itu pada wakfu terjadinya kerugian-kerugian tertentu yang
telah ditetapkan sebelumnya.

Asuransi Tanggung Gugat.
Asuransi tanggung gugat adalah asuransi untuk melindungi tertanggung terhadap kerugian yang timbul dari gugatan pihak ketiga karena kelalaian tertanggung.
Asuransi Mobil.
Asuransi mobil adalah asuransi yang digunakan untuk melindungi mobil akibat dari kecelakaan atau kehilangan.
Reasuransi.
Reasuransi adalah kontrak asuransi dimana sebuah perusahaan asuransi memindahkan semua atau sebagian risikonya kepada perusahaan lain. Tujuan utama dari perusahaan asuransi yang memindahkan risikonya adalah untuk melindungi dirinya terhadap kerugian dalam kasus tertentu yang melebihi jumlah tertentu.

Pengertian Asuransi Jiwa
Menurut J. Tinggi Sianipar (1990 :5), definisi asuransi dapat dilihat dari sudut ekonomi adalah suatu cara / alat pemindahan resiko dari seseorang kepada orang lain Dengan adanya pemindahan resiko yang dilakukan melalui lembaga asuransi, maka apabila dimasa yang akan datang ada kerugian-kerugian yang diderita seseorang akibat resiko yang dihadapinya, maka kerugian termaksud dapat dialihkannya kepada orang lain, yaitu kepada siapa ia telah memindahkan resiko tersebut, Jadi secara lengkap definisi asuransi adalah suatu perjanjian kontrak antara penanggung dengan tertanggung dalam perjanjian mana penanggung berjanji akan mengganti setiap kerugian yang diderita oleh penanggung akibat dari suatu resiko yang disebutkan dalam perjanjian, resiko mana belum diketahui atau belum terjadi pada saat perjanjian diadakan (belum pasti). Atas kesediaan
penanggung memberikan penggantian seperti tersebut diatas, ia menerima sejumlah uang yang relatif kecil yang disebut premi.

Tujuan Asuransi Jiwa
1. Menjamin suafu estate dari mana para ahli waris dapat memperoleh penghasilan jika
kepala keluarga meninggal dunia.
2. Untuk menabung uang sebagai bagian dari estate hidup seseorang yang diadakan untuk penghasilan di masa depan.
Tujuan yang pertama disebut proteksi atau perlindungan sedangkan yang kedua disebut dengan kebutuhan tabungan.

Prinsip Asuransi Jiwa
Pada prinsipnya Asuransi jiwa merupakan suatu bentuk kerjasama antara orang-orang yang ingin menghindarkan atau minimal mengurangi resiko yang diakibatkan oleh :
a) Resiko kematian.
b) Resiko hari tua.
c) Resiko kecelakaan.

Produk-Produk Asuransi Jiwa
Produk asuransi Jiwa pada dasarnya ada tiga :
1. Asuransi Jiwa Berjangka (Term Life)
Asuransi ini adalah jenis asuransi jiwa dimana kita membayar sejumlah uang tertentu kepada perusahaan asuransi, dan perusahaan akan melindungi kita selama jangka waktu tertentu dari risiko kematian. Apabila terjadi risiko selama jangka waktu tersebut ahli waris Kita akan menerima uang pertanggungan. Apabila jangka waktu itu selesai dan
tidak terjadi risiko maka kontrak selesai dan kita tidak akan mendapatkan apa-apa.
2. Asuransi Jiwa Dwi Guna ( Endowment Life)
Asuransi jenis ini hampir sama dengan asuransi jiwa berjangka hanya bedanya pada masa akhir asuransi jika tidak ada risiko pada kita maka kita tetap akan mendapatkan Uang
pertanggungan.
3. Asuransi Jiwa Seumur Hidup ( Whole Life).
Asuransi ini sama seperti Asuransi Dwi Guna hanya bedanya, jangka waktumya seumur hidup. Artinya kita dirindungi selamanya (atau sampai umur 99 Tahun)
More about Asuransi (insurance, assurance) : Definisi dan Jenisnya

Hubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional dengan Kepuasan Kerja Karyawan

Diposkan oleh Unknown

(The Correlation Between Transactional - Transformational Leadership Style Perception and Employees’ Job Satisfaction)

Abstract
The main purpose of this research was to examine the correlation between the transactional and transformational leadership style perception and job satisfaction at Coordination Bureau of South Sumatera Credit Cooperation (Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah Sumatera Selatan). This research employed random sampling technique. The subjects of this research were 100 employees. The data were collected using three questionnaires: the transactional leadership, transformational leadership, and job satisfaction questionnaires. Data were analyzed using multiple regression, partial correlation, Pearson’s Product Moment, and t-test analysis. The result of the research are: (1) the was a very significant and positive correlation between transformational leadership style perception and job satisfaction, (2) there was not significant and negative correlation between transactional leadership style perception with job satisfaction, (3) there was a very significant and positive correlation among transactional and transformational leadership style perception with job satisfaction, and (4) there was a very significant difference in job satisfaction between male and female employees.
Keywords: perception, transactional, transformational, job satisfaction

Pendahuluan
Dewasa ini kepuasan kerja karyawan merupakan salah satu topik yang senantiasa menarik dan dianggap penting, baik oleh ilmuwan maupun praktisi, justru karena kepuasan kerja dipandang dapat mempengaruhi jalannya organisasi secara keseluruhan.
Setiap organisasi memiliki tujuan untuk mencapai kinerja yang seoptimal mungkin. Peningkatan kinerja organisasi yang seoptimal mungkin tidak terlepas dari kepuasan kerja karyawan, sebagai salah satu faktor yang menentukan kinerja organisasi.
Berhadapan dengan usaha peningkatan kepuasan kerja karyawan, salah satu permasalahan dasar adalah bagaimana sebenarnya meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Locke (dalam Berry, 1998) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai emosi positif atau perasaan senang, sebagai hasil dari penilaian seorang karyawan terhadap faktor pekerjaan atau pengalaman-pengalaman kerjanya. Hal ini bersifat abstrak, sehingga tidak dapat diamati secara langsung (Berry dan Houston, 1993). Menurut Berry (1998); Spector dan Jex (1991)
karyawan yang memiliki kepuasan kerja ditunjukkan oleh sikap yang tidak pernah absen, datang tepat waktu, bersemangat dan memiliki motivasi yang tinggi.
Kepuasan kerja, sebagaimana dikemukakan oleh Riggio (1990), merupakan faktor penting yang mempengaruhi kepuasan hidup karyawan karena sebagian besar waktu karyawan digunakan untuk bekerja. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika Judge (1993) melihat adanya hubungan erat antara kepuasan kerja, absensi, pemogokan kerja, dan turnover. Selanjutnya, Herzberg (dalam Wixley dan Jukl, 1988) mengemukakan bahwa kepuasan kerja didukung oleh lima faktor yang meliputi: pekerjaan, rekan kerja, gaji dan
kesejahteraan karyawan, promosi, dan pemimpin.

download jurnalnya
More about Hubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional dengan Kepuasan Kerja Karyawan

Perilaku Konsumen : Definisi dan Tipe, Sifat dan Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Diposkan oleh Unknown

Pengertian Perilaku Konsumen
Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1990), perilaku konsumen diartikan “…. Those actions directly involved in obtaining, consuming, and disposing of products and services, including the decision processes that precede and follow this action” (p.3).
Perilaku konsumen merupakan tindakan–tindakan yang terlibat secara langsung dalam memperoleh, mengkonsumsi, dan membuang suatu produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan – tindakan tersebut.
Menurut Mowen (1995), “ Consumer behavior is defined as the study of the buying units and the exchange processes involved in acquiring, consume, disposing of goods, services, experiences, and ideas” (p.5).
Perilaku konsumen adalah aktivitas seseorang saat mendapatkan, mengkonsumsi, dan membuang barang atau jasa (Blackwell, Miniard, & Engel, 2001). Sedangkan The American Marketing Association mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis dari pengaruh dan kesadaran, perilaku, dan lingkungan dimana manusia melakukan pertukaran aspek hidupnya. Dalam kata lain perilaku konsumen mengikutkan pikiran dan perasaan yang dialami manusia dan aksi yang dilakukan saat proses konsumsi (Peter & Olson, 2005). Perilaku konsumen menitikberatkan pada aktivitas yang berhubungan dengan konsumsi dari individu. Perilaku konsumen berhubungan dengan alasan dan tekanan yang mempengaruhi pemilihan, pembelian, penggunaan, dan pembuangan barang dan jasa yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pribadi (Hanna & Wozniak, 2001).

Tipe – Tipe Perilaku Pembelian

Menurut Wilkie (1990), tipe perilaku konsumen dalam melakukan pembelian dikelompokkan menjadi empat berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat keterlibatan diferensiasi merek, yang dijelaskan sebagai berikut :
a. Budget Allocation (Pengalokasian budget)
Pilihan konsumen terhadap suatu barang dipengaruhi oleh cara bagaimana membelanjakan atau menyimpan dana yang tersedia, kapan waktu yang tepat untuk membelanjakan uang dan apakah perlu melakukan pinjaman untuk melakukan pembelian.
b. Product Purchase or Not (Membeli produk atau tidak)
Perilaku pembelian yang menggambarkan pilihan yang dibuat oleh konsumen, berkenaan dengan tiap kategori produk atau jasa itu sendiri.
c. Store Patronage (Pemilihan tempat untuk mendapatkan produk)
Perilaku pembelian berdasarkan pilihan konsumen, berdasarkan tempat atau di mana konsumen akan melaksanakan pembelian produk atau jasa tersebut. Misalnya, apakah lokasi bakery menjadi salah satu faktor yang menentukan konsumen dalam melakukan proses pembelian.
d. Brand and Style Decision (Keputusan atas merek dan gaya)
Pilihan konsumen untuk memutuskan secara terperinci mengenai produk apa yang sebenarnya ingin dibeli.

sifat dari perilaku konsumen yaitu:
1. Consumer Behavior Is Dynamic
Perilaku konsumen dikatakan dinamis karena proses berpikir, merasakan, dan aksi dari setiap individu konsumen, kelompok konsumen, dan perhimpunan besar konsumen selalu berubah secara konstan. Sifat yang dinamis demikian menyebabkan pengembangan strategi pemasaran menjadi sangat menantang sekaligus sulit. Suatu strategi dapat berhasil pada suatu saat dan tempat tertentu tapi gagal pada saat dan tempat lain. Karena itu suatu perusahaan harus senantiasa melakukan inovasi-inovasi secara berkala untuk meraih
konsumennya.

2. Consumer Behavior Involves Interactions
Dalam perilaku konsumen terdapat interaksi antara pemikiran, perasaan, dan tindakan manusia, serta lingkungan. Semakin dalam suatu perusahaan memahami bagaimana interaksi tersebut mempengaruhi konsumen semakin baik perusahaan tersebut dalam memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen serta memberikan value atau nilai bagi konsumen.
3. Consumer Behavior Involves Exchange
Perilaku konsumen melibatkan pertukaran antara manusia. Dalam kata lain seseorang memberikan sesuatu untuk orang lain dan menerima sesuatu sebagai gantinya.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pelanggan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku pelanggan. Faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi 2 bagian yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pribadi seorang konsumen dan faktor-faktor yang berasal dari lingkungan sekitar seorang konsumen.

A. Individual Determinants of Consumer Behavior
1. Demografis, psikografis, dan kepribadian
Demografis berhubungan dengan ukuran, struktur, dan pendistribusian populasi. Demografis berperan penting dalam pemasaran. Demografis membantu peramalan trend suatu produk bertahun-tahun mendatang serta perubahan permintaan dan pola konsumsi.
Psikografis adalah sebuah teknik operasional untuk mengukur gaya hidup. Dalam kata lain psikografis adalah penelitian mengenai profil psikologi dari konsumen. Psikografis memberikan pengukuran secara kuantitatif maupun kualitatif. Bila demografis menjelaskan siapa yang membeli suatu produk, psikografis menekankan pada penjelasan mengapa produk tersebut dibeli. Sangat penting untuk meneliti faktor psikografis termasuk kepercayaan dan nilai karena kesuksesan industri organik akan bergantung pada tingkat kemampuan memobilisasi konsumen untuk menerima produk organik (Lea & Worsley, 2005).
Kepribadian dalam bidang pemasaran memiliki arti sebagai respon yang konsisten terhadap pengaruh lingkungan. Kepribadian adalah tampilan psikologi individu yang unik dimana mempengaruhi secara konsisten bagaimana seseorang merespon lingkungannya.
2. Motivasi konsumen
Dalam menjawab pertanyaan mengenai mengapa seseorang membeli produk tertentu, hal ini berhubungan dengan motivasi seorang konsumen. Motivasi konsumen mewakili dorongan untuk memuaskan kebutuhan baik yang bersifat fisiologis maupun psikologis melalui pembelian dan penggunaan suatu produk.
3. Pengetahuan konsumen
Pengetahuan konsumen dapat diartikan sebagai himpunan dari jumlah total atas informasi yang dimemori yang relevan dengan pembelian produk dan penggunaan produk. Misalnya apakah makanan organik itu, kandungan nutrisi yang terdapat di dalamnya, manfaatnya bagi kesehatan, dan lain-lain.
4. Intensi, sikap, kepercayaan, dan perasaan konsumen
Intensi adalah pendapat subjektif mengenai bagaimana seseorang bersikap di masa depan. Ada beberapa jenis intensi konsumen. Intensi pembelian adalah pendapat mengenai apa yang akan dibeli. Intensi pembelian kembali adalah apakah akan membeli barang yang sama dengan sebelumnya. Intensi pembelanjaan adalah dimana konsumen akan merencanakan sebuah produk akan dibeli. Intensi pengeluaran adalah berapa banyak uang yang akan digunakan. Intensi pencarian mengindikasikan keinginan seseorang untuk melakukan pencarian. Intensi konsumsi adalah keinginan seseorang untuk terikat dalam aktifitas konsumsi.
Sikap mewakili apa yang disukai maupun tidak disukai oleh seseorang. Sikap seorang konsumen mendorong konsumen untuk melakukan pemilihan terhadap beberapa produk. Sehingga sikap terkadang diukur dalam bentuk preferensi atau pilihan konsumen. Preferensi itu sendiri dapat dikatakan sebagai suatu sikap terhadap sebuah objek dan relasinya terhadap objek lain. Kepercayaan dapat didefinisikan sebagai penilaian subjektif mengenai hubungan antara dua atau lebih benda. Suatu kepercayaan dibentuk dari
pengetahuan. Apa yang telah seseorang pelajari mengenai suatu produk mendorong timbulnya kepercayaan tertentu mengenai produk tersebut. Perasaan adalah suatu keadaan yang memiliki pengaruh (seperti mood seseorang) atau reaksi. Perasaan dapat bersifat positif maupun negatif tergantung kepada setiap individu. Perasaan juga memiliki pengaruh terhadap penentuan sikap seorang konsumen.

B. Environmental Influences on Consumer Behavior
1. Budaya, etnisitas, dan kelas sosial
Budaya adalah kumpulan nilai, ide, artefak, dan simbol-simbol lain yang membantu seseorang untuk berkomunikasi, mengartikan, dan mengevaluasi sebagai bagian dari suatu lingkungan. Budaya terbagi menjadi dua yaitu abstrak dan elemen material yang memberikan kemampuan bagi seseorang untuk mendefinisikan, mengevaluasi, dan membedakan antarbudaya. Elemen abstrak terdiri atas nilai-nilai, sikap, ide, tipe kepribadian, dan kesimpulan gagasan seperti agama atau politik. Material komponen terdiri atas benda-benda seperti buku, komputer, gedung, peralatan, dan lain-lain.
Etnisitas adalah suatu elemen penting dalam menentukan suatu budaya dan memprediksi keinginan dan perilaku konsumen. Perilaku konsumen adalah suatu fungsi dari perasaan etnisitas sebagaimana dengan identitas budaya, keadaan sosial, dan tipe produk.
Kelas sosial dapat didefinisikan sebagai divisi yang bersifat relatif permanen dan homogenus dalam suatu kumpulan sosial dimana individual atau keluarga saling bertukar nilai, gaya hidup, ketertarikan, kekayaan, status, pendidikan, posisi ekonomi, dan perilaku yang sama. Penelitian pemasaran seringkali berfokus pada variabel-variabel kelas sosial karena penentuan produk apa yang akan dibeli oleh konsumen ditentukan oleh kelas sosial.
2. Keluarga dan pengaruh rumah tangga
Secara ilmiah keluarga dapat diartikan sebagai sekelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu yang berhubungan darah, pernikahan, atau adopsi yang tinggal berdampingan. Sedangkan rumah tangga adalah semua orang, baik yang berelasi maupun tidak berelasi yang menempati sebuah unit rumah. Keluarga maupun pengaruh rumah tangga mempengaruhi sikap pembelian konsumen. Misalnya kelahiran anak mempengaruhi suatu keluarga untuk menambah perabotan, bahan makanan bayi, dan lain-lain.
3. Kelompok dan pengaruh personal
Suatu perilaku konsumen tak lepas dari pengaruh kelompok dan personal yang dianutnya. Reference group adalah seseorang atau sekelompok orang yang mempengaruhi perilaku individu secara signifikan. Reference group dapat berupa artis, atlit, tokoh politik, kelompok musik, partai politik, dan lain-lain. Reference group mempengaruhi dalam beberapa cara. Pertama-tama reference group menciptakan sosialisasi atas individu. Kedua reference group berperan penting dalam membangun dan mengevaluasi konsep seseorang dan membandingkannya dengan orang lain. Ketiga, reference group menjadi alat
untuk mendapatkan pemenuhan norma dalam sebuah kelompok sosial.
More about Perilaku Konsumen : Definisi dan Tipe, Sifat dan Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen